Setelah bersama sama, penuh semangat menyanyikan Indonesia Raya, mereka heboh berfoto bersama dengan latar depan bendera UGM.
Satu jam mereka bersantai di puncak. Matahari mulai menaik, angin pagi sembribit, sejuk mengelusi wajah wajah berseri gembira itu.
Puas telah sukses mendaki dan bergembira dipuncak Lawu, mereka segera bergegas turun, untuk menghindari kabut yang akan segera menyelimuti gunung.
Perjalanan turun jauh lebih ringan dan mudah, namun seringkali juga memancing kesembronoan sebagian pendaki. Setelah Eforia sampai di puncak, sebagian pendaki lari menuruni jalan setapak.
Setengah perjalanan turun kembali ke Cemoro Sewu, satu pendaki yang berlari kencang terpeleset tanah basah licin. Kehilangan keseimbangan, tubuhnya ambruk, terguling guling kebawah, dan berhenti di jalan berbelok, tertahan rumpun perdu. Untung travelling bag nya masih tersandang di punggung, sehingga tulang tulang belakangnya aman. Hanya kakinya yang cedera,keseleo, tidak mampu berdiri, apalagi berjalan.
Entah darimana, tiba tiba pendaki gondrong dari  Kehutanan itu sudah muncul membawa dua bilah kayu. Sepotong Sarung telah terikat di empat sudut bilah. Tanpa babibu lagi, pendaki yang meringis kesakitan itu diangkat rame rame dibaringkan di sarung yang sudah terikat.
Pendaki naas itu di gotong turun, oleh empat pendaki lainnya. Salah satunya oleh pendaki, mahasiswa Kehutanan itu.
Lewat siang hari, mereka tiba kembali di pangkalan Cemoro Sewu. Tiga bus telah menunggu untuk membawa mereka turun ke Tawang Mangu, dan selanjutnya beriringan kembali ke Yogya.
          Bersambung
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H