Mohon tunggu...
mulyanto
mulyanto Mohon Tunggu... Administrasi - belajar sepanjang hayat

Saya anak petani dan saya bangga

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[Cerpen] Tolong Kembalikan Suami dan Putri-Putriku, Tuhan!

13 Maret 2019   10:33 Diperbarui: 13 Maret 2019   10:55 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bagiku kini semua hari dan semua waktu sama saja: Kelabu. Gelap. Pengap. Pesing. Anyir.

Dua tahun lalu aku kehilangan suami dan anak-anakku tercinta. Aku ikhlas saja. Mungkin memang sudah garis Tuhan begini.

Aku tak kurang apa pun. Aku cantik. Bahenol. Eh, maaf, ayu lah pokoknya. Suamiku seorang polisi sudah hampir naik jabatan ke kepala divisi. Anakku cantik-cantik dan ngegemesin. Si kakak Mei udah SD kelas 2 si adik Dira uda TK B. Aku? Ya kerjaannya dandan aja tiap hari.

Tapi yaa Allah. Nasib kok begini amat. Aku bagai ditampar tsunami. Kemarin terang benderang kini hujan ombak dan angin. Aku dihantam ombak diseret air. Dan Lalu aku ada di ruangan gelap begini sekarang.

Yang keparat adalah aku. Iya aku. Yang hina adalah aku. Makanya aku ada di sini.

"Mbak yang ridho ya?" Mahasiswi magang itu berusaha menghiburku. "Tawakallah, Mbak. Mbak pasti kangen kelurganya ya?"

Kujawab kangen banget. Dadaku jembar. Seolah keluargaku sudah di depan pintu dibawa Mbak Mahasiswi keperawatan ini. Tapi aku sudah tak bisa ngapa-ngapain bukan?

Si temanku ini sepertinya ikut sedih dan hanya tertunduk ibah.

Oiya, aku belum memperkenalkan temanku. Sekarang teman baruku adalah mbak mahasiswi cantik. Muslimah. Namanya Rinduri. Badannya bagus. Tinggi semampai. Kulit warna kacang mente. Hidungnya mancung. Matanya agak bulat lebar. Berkacamata. Cantik dia. Payudaranya kecil. Maklum belum menikah, mungkin.

Dia selalu baik sama aku. Bila dia menemuiku pasti dia selalu membawakan aku peyek khas Sidoarjo. Orang sana dianya memang. Aku sangat suka. Aku juga asli kota Delta itu.

Biasanya dia menemuiku lalu mengajakku dan menuntunku ke taman. Di sana ada kursi besi yang empuk. Bunga-bunga bermekaran dan harum semerbak. Aku berkisah macam-macam di sana sambil menikmati burung gereja mencicit dan hinggap di bunga satu ke lainnya dengan genit.

Aku berutung malam ini selepas isya' dipinjami HPnya mbak Rindu. "Mbak main game saja, ya, biar nggak bosen," katanya tadi. "Aku akan carikan mie ayam buat makan malam kita."

Aku mengangguk aja. Tapi aku bosen main game malahan. Dulu HPku 10 kali lipat lebih mahal daripada HP yang kubuat nulis ini. Lebih canggih. Maaf ini bukan apa-apa. Memang begitu adanya.

Makanya aku bosen ngapa-ngapain. Lebih baik kupinjam ruang memo-nya saja ini. Sungguh mbak Rindu baik benar. Anda yang baca ini perlu juga berterimakasih pada mbak Rindu karena dia, Anda bisa baca kisahku. Berkatnya juga iya kan?

Lewat tulisan ini saya hanya ingin mengisahkan perjalan hidupku yang indah dan begini.

Anda jangan bodoh mengalami sepertiku. Serius. Cukup ambil pelajaran dan hikmah dari kisahku. Dari suratan takdirku. Dari ketotolanku ini. Oke.

2010 aku menikah. Suamiku polisi ganteng. Namanya mas Diddy. Anak dari seorang kepala SMA negeri di Surabaya. Dia segalanya bagiku. Bagi keluarga besar kami. Polisi yang jujur. Bukan seperti kebanyakan. Tes masuknya gratis.. tis.... Memang cerdas mas Diddy-ku ini. Adiknya dua perempuan semua. Cantik-cantik. Masing-masing calon dokter dan calon arsitek.

Kami menikah lantaran bertemu di Mekkah saat kami umroh. Mas Diddy sama Pama Papanya. Aku sama Mami Pipiku.

Kami bukan satu travel tapi cinta kami disatukan Allah SWT di tanah suci. Saat keluar pintu masjidil haram aku kebingungan mencari sandal. Lalu datang di depanku malaikat yang mencopot sandalnya dan memberikannya padaku. Tak hanya memberikan dia juga membungkuk mengulurkan sandal lakinya di ujung kakiku. Aku tahu dia sudah lama mengamatiku sejak 15 menitan aku kebingungan di pintu masjid itu. "Jangan biarkan kaki suci Tuan Putri kotor," katanya. Atau bilang gimana ya lupa. Hehe. Pokoknya saat itu dia mengucapkan beberapa kata. Aku lupa persisnya. Ya aku hanya berterimakasih dan memberikan senyum termanis padanya. Sudah itu sudah.

Lalu.

Saat sesudah tawaf Mami Pipiku kok yo pas mandeg tepat di depannya keluarga Mas Diddy. Yaa Allah... disitulah perjumpaan kedua kami. Mas Diddy langsung menciumi tangan Pipi Mimiku penuh takzim. Dan kedua keluarga kami saling kunjung di hotel. Dan kian akrab.

Sepekan setelah kami sepulang umroh, keluarga Mas Diddy melamarku. Aku mau banget. Tiga bulan berikutnya kami menikah. Menikah di kantornya Mas, juga di rumah kami.

Indah banget hidup kami.

Hari demi hari aku jadi ratu terindah dalam hidup kami. Kadang saya linglung. Ini dunia apa surga ya? Apapun yang kuminta selalu diberikan. Apapun. Mas Diddy memang baik banget. Lebih dewasa. Empat tahun lebih tua dariku. Dia sunguh mencintai aku sangat dalam.

Dua bulan pernikahan kami, Allah titipkan janin di rahimku. Duh... bahagianya hidup. Lalu lahir seorang putri cantik. Selang dua setengah tahun Allah titipkan lagi janin bayi di rahimku dan Alhamdulillah bahagianya kami. Lahirlah putri mungil lagi. Kini ada dua bidadari di surga kami. Tiga sama aku, kata Mas Diddy.

Kalian harus tahu bahagia kami sudah sampai di atap langit kesekian. Sebab hidup kami sangat sempurna. Kami langgeng. Mas Diddy menyayangi kami sepenuh jiwa raga. Tak habis pikir. Tuhan begitu baiknya pada kami. Begitu pemurahnya. Suami ganteng, sabar, pengertian, dan sangat penyayang.

Lalu...

Semua petaka bermula dari FB. Dasar FB laknat. Atau aku?

2016 aku menerima permintaan pertemanan seseorang. Ternyata dia teman SMAku yang dulu ketua kelas dan pinter pelajaran matematika dan kimia. Sebenarnya dulu kami pernah pacaran tapi ya cinta tikus saja. Sembunyi sini sembunyi sono. Masuk got dll.

Namanya Irwan. Dia sudah mapan sekarang. Punya rumah dan mobil mewah. Punya sendiri. Karirnya di bidang perbankan. Ganteng. Selalu pakai dasi dan jas kalau upload foto di FB. kadang foto selfi dan juga sama teman-temannya. Liburan di luar negeri, dll.

Aku selalu mengikutinya. Menikmati dan mengagumi. Dan mencintainya.

Suatu siang saat aku membobokan anakku si Dira. Aku izin mbok Mis, pembantuku. Aku bilang mau ke minimarket depan perumahan. Aku bohong aku menemui Irwan di sebuah kafe. Dan pertemuan kami berlanjut hingga lebih dari setahunan lamanya. Kami sangat rapi bertemu. Mas Diddy tidak paham dan tidak curiga.

Irwan belum menikah. Aku seperti menemukan cinta sejatiku. Pacar pertamaku kini makin mapan dan ganteng. Kantornya dekat juga dari rumah kami. 7 menit sampai di tengah kota Surabaya.

Anak-anakku boleh dibawa kata Irwan bila aku mau meninggalkan Mas Diddy. Irwan menunjukkan perangai mulia pada anak-anakku. Meski belum pernah kuperkenalkan langsung anak-anakku ke Irwan.

Mas Diddy makin sering meeting dan sibuk di kantornya. Makin sering pulang larut. Kadang pukul 12 baru sampai rumah. Kadang pagi baru sampai rumah. Tapi dia sangat sayang pada kami.

"Bunda minta apa?" Selalu Mas Diddy bertanya begitu bila mendapati aku agak manyun.

"Aku minta bulan madu sama Mas," kubilang. Dan kami segera beribadah pada malam harinya. Saat anak-anak dan pembantu bobo. Kami beribadah terindah.

Perasaan manusia kadang selalu aneh. Kadang di otak muncul pikiran begini: Tuhan, aku mau Mas Diddy dan Irwan ya. Keduanya, Tuhan!

Sinting!

Dua tahun kami menjalin dua hubungan. Satu halal satunya nggak paham juga. Semua rapi. Irwan juga sangat piawai menyayangiku. Melayaniku.

Aku nggak mau cerai. Aku juga nggak ingin pisah dari Irwan. Tapi. Allah ingin kiamat.

2018. 14 Februari. Yang katanya hari valentine. Hari sayang-sayangan. Itu hari kiamat.

Iya kiamat.

Aku diciduk polisi. Waktu sama Irwan di sebuah hotel di tengah kota. Laknat....laknat...

Pukul 6 sore waktu itu. Pukul 3 selepas mengantar anak wedok ekskul bahasa Jepang aku tancap gas menemui Irwan di kafe. Aku pesan Mocacino hangat. Iya rasa moca. Tapi aku tidak ingat setelah itu. Sering begitu. Tahu-tahu sudah menatap wajah Irwan sambil berbantal lengan kirinya.

Tidak kali ini. tahu-tahu aku membuka mata dinsekitat mala ribut. Irwan adu mulut dengan orang-orang berbadan tegap dada kekar. Polisi mereka itu. Aku meringkuk di sudut kamar hotel berbalut selimut. "Anakku.... Mei.... sapa yang jemput kamu Nak? Dira... Sayang... Mas Diddy. Maafin aku mas."

Matahari benar-benar ditelan bumi. Ia tak terbit lagi hingga hari ini. Hingga malam ini.

***

"Ini mienya Mbak. Yuk makan ya. Tak suapin ya," mbak Rindu mengagetkanku. Aku mesem dan mengangguk-angguk.

Aku segera menyudahi tulisan ini. Aku juga segera menyeka air yang tumpah ruah membasahi pipiku dengan kerudung hitamku.

Mbak Rindu mendekapku. "Sssstttt... cup...cup... sudah mbak... sudah sayang...."

Kami makan dan selang beberapa lama seseorang mengingatkan mbak Rindu agar segera keluar ruangan. "RSJ ini tutup pukul sembilan, Rin," ucapnya lantas berlalu.

Sekrang sudah pukul setengah 10.

________
Semoga menggugah dan menghibur.

Sorbhajha, 12/3/2019

Catatan:

Foto diperagakan model, saya dapat mengunduh di internet.

Penulis adalah anak petani kelahiran Sumenep asli. Sekarang tinggal di Surabaya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun