Mohon tunggu...
mulyanto
mulyanto Mohon Tunggu... Administrasi - belajar sepanjang hayat

Saya anak petani dan saya bangga

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Aku Ingin ke Surga Sama Mama

26 Desember 2018   15:22 Diperbarui: 26 Desember 2018   15:29 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
foto: tribunnews.com

"Jam berapa besok pengambilan raportmu, Sayang?" Tanya Mama kepada Nania, putri semata wayangnya saat mereka makan malam di rumahnya pukul 8. "Mama mungkin bisa izin besok di kantor di jam pengambilan raportmu. Biar Mama ke sekolahmu tidak terlambat," Nania hanya terus mengunyah makanannya tanpa jeda. Mamanya dicuekin begitu saja. " Nania sayang, kamu kok diem aja?" Tanya Mama. "Jawab dong,"

 Nania meneguk air putih dua kali lalu menarik nafas sejenak sebelum mengeluarkan beberapa kata. Bocah kelas 4 SD itu agak ragu sebenarnya hendak mengatakan apapun yang ia pendam di benaknya selama ini. Hanya saja dia harus berani jujur saat ini agar semuanya beres. Dia berfikir ini saat yang tepat untuk mengatakan hal itu meski pahit kedengarannya. Tapi ia tak cukup berani untuk berkata terus terang.

 "Lebih baik Papa aja yang ngambil raport Nania, Ma." Nania menatap sang Mama sambil melepas senyum kecut pada Mamanya. Sang Mama menghentikan apapun yang dilakukan. Sendok garpunya ia geletakkan lalu memandang Nania dengan mata yang makin dilebar-lebarkan. "Mama besok nggak usah repot-repot izin. Biar Papa aja." Sang Mama terpaku.

 "Loh, kenapa Nania?"

 "Nggak apa-apa, Ma. Papa aja,"

 "Mama besok nggak sibuk kok di kantor. Mama bisa besok, sayang."

 "Tapi nggak usah, Ma. Sudah... Papa aja."

 "Tapi jelasin, kenapa, sayang. Papa jelas sibuk. Mana mungkin dia bisa ke sekolahmu. Kamu nurut Mama dong. Dari dulu kan memang Mama yang ngambil raportmu. Jangan aneh-aneh kamu."

 "Aku maunya Papa, Ma. TITIK."

 Nania berdiri dan meninggalkan meja makan, berlari ke kamaranya di lantai 2. Ia hantam dan menghempaskan pintu kamarnya yang tak berdosa itu dengan kekuatan lumayan keras. 

 Sang Mama meneguk air lalu memanggil asisten rumah tangganya untuk membereskan seisi meja makan. "Bi Mei tolong beresin ini ya," pintanya sambil telunjuknya menunjuk meja makan. Si bibi mengangguk patuh.

 Sang Mama lalu menyusul Nania yang tengah murung di kamarnya.

 "Sayang. Boleh Mama masuk?" izin Mama di depan pintu kamar Nania. "Maafin Mama ya sayang."

 "Nggak dikunci kok,"

 Sang Mama memegang gagang pintu lalu membuknya perlahan. Dia beranjak mendekati Nania yang duduk mendekap kedua tekukan kakinya dan wajahnya disembunyikan di atas lututnya. Sang Mama lantas duduk di samping putri cantiknya itu.

 "Kamu kenapa, sayang?" Mama mengelus kepala Nania. Rambut Nania hitam sepinggang hitam wangi dan berkilau. "Kamu marah sama Mama ya Sayang? Ayo katakan. Kenapa?"

 Nania menggeleng. "Nania mau sendiri Ma. Tolong tinggalin Nania."

 "Eh... nggak baik begitu. Ayo bilang kenapa? Mau kamu apa, Nak?" Bujuk Mama dengan suara lembut. "Baiklah. Biar Papa yang ngambil besok. Nanti bila Papamu sudah datang dari kantor Mama yang ngomong."

 Nania tak bergeming.

 "Kamu kenapa sih, Sayang?"

 Nania mengangkat kepalanya lalu memandang lekat sang Mama.

 "Mama yang kenapa?"

 "Kenapa apanya?"

 "Nania mau mama tulus nggak pura-pura."

 "Mama pura-pura apa?"

 "Aku malu, Ma. Malu.... Malu sama Allah. Masak Mama sehari-hari tidak menutup aurat kalau kerja. Giliran ke sekolahku pake kerudung selendang ala kadarnya aja. Aku malu ma. Malu..."

 Sang Mama mematung.

 "Mama nggak mikir. Nania tiap hari menutup aurat ke sekolah, tapi Mama malah membuka aurat. Mama nyari apa lagi di dunia ini? Mama kalau pakai baju seksi lantas Allah suka? Iya? Yang ada Allah marah sama Mama. Nania pingin keluarga kita semua masuk surga bareng-bareng, Ma. Bukan cuma Nania dan Papa yang masuk surga."

 Nania mengatakan itu semua dengan mata yang basah. 

 Sang Mama tak kalah. Ia mengalirkan airmata begitu derasnya. 

 "Maafin Mama, Sayang.... maafin...." sang Mama mendekap erat putrinya itu. Terbesit di benaknya ia besok akan membuang semua baju mininya dan mengganti dengan baju muslimah yang lebih santun dan terutama menutup auratnya. "Makasih Nania, Sayang... makasih Sayang.... kau malaikatku, Nak..."
 _____

 Semoga menghibur dan berguna. Aamiin...
 Foto diperagakan model. Saya mengambil di internet.

 Pamekasan, 25/12/2018

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun