Mohon tunggu...
Mulyano Nafli
Mulyano Nafli Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Berselancar dengan akun @bangmulyano

Selanjutnya

Tutup

Politik

Cucu Ketua Dewan Syuro NU "Ditelanjangi"

2 Desember 2013   17:47 Diperbarui: 24 Juni 2015   04:24 1123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kisah para ulama dan anak cucu keturunannya tidak selalu indah. Meski mendapat penghormatan dan banyak mendidik ulama, namun penghargaan kepada mereka tidak hadir begitu saja. Situasi dan kondisi bisa merubah segalanya. Amal baik dan ilmu yang telah diperoleh seakan bersumber dari kemampuan pribadinya tanpa melibatkan seorang guru sebagai penuntun dan pengajarnya. Itulah nasib Athiyyah Laila cucu Kyai Ali Ma'sum yang kini dijauhi oleh santri yang pernah dibimbing oleh kakeknya sendiri. Bahkan makam beliau tidak lagi disambangi, meski mereka pernah makan di pesantren Krapyak.

Kyai Ali Ma'sum adalah sosok penting dalam organisasi Nahdhatul Ulama. Menikah dengan Nyai Hasyimah putri Kyai Munawwir Krapyak. Dikaruniai anak 8 orang anak, 1) Adib (wafat saat masih kecil), 2) KH Attabik Ali, 3) H. Jiris Ali, 4) Nyai Hj. Siti Hanifah Ali, 5) Nyai Hj. Durroh Nafisah, 6) Nafi'ah (waktu saat masih kecil), 7) M. Rifqi Ali dan 8) Hj. Ida Rufaidah Ali. Semasa Kyai Idham Khalid menjabat Ketua NU,  Kyai Ali Ma'sum diminta sebagai Rais Aam-nya. Jabatan Dewan Syuro biasa diberikan kepada Kyai yang sangat dihormati, karena memiliki pengetahuan agama yang luas disamping pribadi yang taat dan shaleh. Kyai yang menjadi Rais Aam adalah maha guru dari para kyai-kyai NU. Kyai-kyai ini boleh dikata adalah penjaga organisasi NU dari berbagai kepentingan sempit (seperti politik) yang bisa membuat NU terperosok. Meski kyai-kyai di Dewan Syuro tidak memiliki wewenang eksekutorial (karena kewenangannya ditangan Dewan Tanfiz) tapi nasehat, petuah dan pentunjuk yang mereka berikan selalu diikuti.

Setelah meninggalnya Kyai Ali Ma'sum, Pesantren Krapyak diasuh oleh anaknya Kyai Attabik Ali yang meneruskan pengembangan pendidikan di Pesantren Krapyak Yogyakarta hingga saat ini. Meski sudah meninggal dunia,  tapi pengaruh dan karomah Kyai Ali Ma'sum tetap ada hingga saat ini. Ketokohan Kyai Ali telah tertancap dengan tinta emas sejarah Indonesia, bahkan Ketua NU, Kyai Said Aqil dan Ibu Shinta termasuk santri Kyai Ali Ma'sum. Wajar jika makam beliau selalu diziarahi oleh beragam kalangan, baik santri, ulama, pejabat maupun masyarakat biasa. Penghormatan terhadap Kyai Ali Ma'sum tidak berhenti pada sosoknya saja, tapi menjalar ke anak, cucu dan semua keturunannya. Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh Kyai Ali Ma'sum tidak pernah pudar.

Sayang media tidak menaruh hormat kepada Kyai Ali Ma'sum (yang juga seorang pahlawan), dengan enteng dan tanpa beban, media mengolok-olok cucu Rais Aam Nahdatul Ulama ini, Atiyyah Laila istri Anas Urbaningrum, anak Kyai Attabik Ali dimunculkan dalam beragam kisah negatif, tak terkecuali perlakuan penegak hukum. Bak orkestra, mereka patuh pada sang dirijen. Saat satu ayunan tongkat diacungkan, saat itulah simponi penegakan hukum dimulai. Belum genap 7 hari peristiwa pemenggalan Hasan dan Husain di padang karbala (10 Muharram bertepatan dengan 14 November), Athiyyah diminta menghadap penegak hukum (18 November 2013). Seakan episode karbala akan berulang. Peristiwa yang meninggalkan luka mendalam dalam riwayat sejarah Islam. Cucu kesayangan Rasulullah SAW dibantai dan dipenggal kepalanya, lalu ditendang seperti bola, tanpa mengingat dan melihat betapa cinta dan sayangnya Rasulullah SAW pada kedua cucunya itu. Cucu yang selalu dicium keningnya, cucu yang rajin digendong dan cucu yang selalu dipangku Rasulullah SAW. Karena itu kaum muslimin di seluruh dunia memperingati 10 Muharram sebagai hari berkabung. Hari dimana keluarga tercinta Rasulullah SAW dinistakan dengan cara yang keji dan biadab.

Meski Athiyyah mangkir dari panggilan KPK karena sakit, namun surat KPK sudah cukup "mempertakut" Athiyyah. Cucu Rais Aam NU ini tidak menyangka, KPK akan memangilnya kembali selepas penerimaan manisnya di Duren Sawit. Apalagi waktu pengiriman surat ke Duren Sawit bertepatan dengan persiapan Athiyyah menjalankan ibadah puasa. Tentu saja membuat Athiyyah sedih dan terluka. Cara yang tak patut dan penuh permusuhan.

Sebagai seorang Ibu, Athiyyah yang sehari-hari bertugas mengurusi rumah Anas, dari pagi sudah disibukkan dengan persiapan sekolah anak-anaknya. Kemudian mengantar  mereka ke sekolah dan menungguinya sampai bel pulang sekolah berbunyi. Tak sampai disitu, sesampainya dirumah, anak-anak Anas masih tetap ditemani Athiyyah hingga malam hari saat mereka merebahkan badannya. Itulah keseharian Athiyyah. Dengan kesibukan yang demikian padat, wajar jika Athiyyah terkejut oleh perilaku penegak hukum yang menudingnya terlibat skandal hambalang.

Saat kasus yang menyeret namanya merebak, Athiyyah terpaksa mengungsikan anak-anaknya dari satu tempat ke tempat lainnya, guna menghindari blitz kamera yang tak berkedip-kedip. Tapi sayang, meski sudah melalui "jalur tikus", wartawan tetap awas dan tahu persembunyian Athiyyah. Inilah yang membuat Athiyyah gundah dan berduka. Rupanya skenario penghancuran Anas, tidak hanya tertuju pada dirinya tapi juga anak-anaknya. Psikologi anak-anak Athiyyah diguncang, seakan mereka akan menjadi yatim piatu dalam waktu dekat.

Memang jeritan anak-anak Athiyyah tak terdengar publik, tapi rintihannya bisa dirasakan. Anak-anak Athiyyah dijadikan santapan, dipermaikan dan direndahkan. Di sekolah mereka mendapat sindiran, cemoohan dan cercaan, sementara di rumah ditunggui wartawan yang siap mengabadikan tingkah laku polosnya sambil mengumpati dosa-dosa orang tuanya. Benar-benar tak nyaman lagi hidup keluarga Anas.

Suatu waktu saya pernah dipeluk oleh salah seorang anak Athiyyah. Meski sesaat, tapi tindakan spontannya menyimpan banyak prasangka. Dari cara dan tatapannya, anak Athiyyah sedang meminta diproteksi dari buruan "pencari sensasi". Mengeluarkan mereka dari skenario jahat. Athiyyah tak sekokoh Anas, sebagai Ibu rumah tangga, kasus "hambalang" terlalu besar untuk dipikulnya. Tak jarang keluhan ditumpahkan lewat doa dan munajat sambil berkeluh kesah di makan kakeknya Kyai Ali Ma'sum.

Dalam banyak pertemuan, saya menyaksikan wajah sumringah Athiyyah tak lagi menampakkan sinar manisnya. Meski berusaha tetap ramah dan santun, tapi aroma kecutnya sulit dihilangkan. Luka "hambalang" membuatnya lebam dan tersungkur. Ini seperti firasat dan kisah yang berulang. Kyai Ali Ma'sum yang tanpa salah tiba-tiba ditikam dengan benda tajam bertubi-tubi saat sedang ceramah oleh seorang pemuda, untung nyawa Kyai Ali Ma'sum bisa diselamatkan. Sayang setahun (lebih) kemudian beliau wafat, Innalillahi Wa Inna Ilaihiturjaun.

Meski Athiyyah termasuk keturunan ningrat di kalangan nahdliyin, tapi tanggapan dan apresiasi publik sangat minim, tak terkecuali kalangan nahdliyin sendiri. Pemberitaan miring tentang Athiyyah yang diungkap media secara terus menerus tanpa keseimbangan telah menghukum Athiyyah sebagai pesakitan. Kejam dan sadis, anak cucu Dewan Syuro NU ditelanjangi tanpa diberi sehelai benangpun untuk menutup kesuciannya.

Bahkan ulama yang di datangi Athiyyah untuk meminta petunjuk dan petuah, enggan menemuinya. Harapan adanya kehangatan dan senyum ceria dari ulama-ulama tersebut tak didapatinya, justru mereka berpaling dan tidak menanggapi kehadiran Athiyyah, justru mereka berlomba-lomba menghindar.  Padahal mereka adalah ulama-ulama yang pernah belajar dan berguru pada Kyai Ali Ma'sum, termasuk ulama yang berguru di Pesantren Krapyak, tapi ulama-ulama tersebut takut bantuan dari pemerintah untuk pesantrennya dihentikan. Mereka merasa Athiyyah sumber tersendatnya bantuan pendanaan, karena itu mereka berupaya menghindar dan menjauh dari Athiyyah. Perlakuan yang tidak seimbang dengan pamrih yang diberikan Kyai Ali Ma'sum sekeluarga kepada mereka, semakin berat beban Ibu empat anak ini. Walaupun demikian, masih ada ulama yang simpati, tak tanggung-tanggung Syeikh Ahmad Maliki guru dari ulama-ulama besar di dunia yang bermukim di Mekkah. Bahkan Syeikh Maliki (keturunan dari cucu Rasulullah, Hasan bin Ali) mendoakan agar Athiyyah tabah dalam ujian dan bisa menjalani ini semua dengan ikhlas dan tawakkal. Bahkan Syeikh Maliki menyempatkan diri bersama santrinya berdoa dan munajat di depan Ka'bah diiringi ulama-ulama di seluruh dunia yang ikut mengamininya. Mungkin itulah obat terindah dan menyejukkan hati Athiyyah. Apalagi Syeikh Maliki bukanlah orang lain, karena Kakek Syeikh Maliki juga pernah mengajari Kyai Ali Ma'sum (kakek Athiyyah) saat masih belajar di Mekkah.

Lain lagi dengan cerita sebuah koran ternama yang pernah didatangi untuk meminta klarifikasi seputar gambar cover yang menunjukkan Athiyyah (seolah) pelaku kejahatan. Tanpa bersalah mereka bersikukuh tidak melakukan pelanggaran. Padahal visualisasinya jelas memperlihatkan betapa dengkinya media tersebut kepada Athiyyah. Si "pemandu" media berkelit bahwa mereka hanya menceritakan infomasi yang didapat dari sumber anonim yang tidak jelas jenis kelaminnya. Beritanya direkayasa sedemikian rupa, informasi diplintir, sumber berita dibuat samar seolah benar adanya dan menggambarkan Athiyyah sebagai pelaku kejahatan yang harus diringkus dan dijebloskan ke dalam penjara.

Tapi "Gusti Allah Ora Sare",  bagi Athiyyah, kejahatan diberitakan atau tidak akan tetap terkuak. Semakin kuat menyimpannya, semakin menyengat pula bau busuknya. Kejahatan tidak pernah sempurna, semakin direkayasa semakin ketahuan pula penulis skenarionya. Lihatlah berita di media sosial, cuplikan berita tentang peran para sutradara sedikit demi sedikit tersingkap dan akan terkuat dalam wajah aslinya dalam waktu yang tidak lama lagi. Tuhan telah tuliskan dengan kalimat yang tegas dan jelas bahwa "Makarlah, dan pasti Allah akan balas makar-makarmu. Dan Allah lah sebaik-baik pembuat makar".

#Minang Muda

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun