Peran seorang guru dalam pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran akan mempengaruhi masa depan muridnya terutama dalam pembentukan nilai atau karakter dan budaya positif di kelas maupun sekolah. Disamping itu kematangan kompetensi sosial emosional yang dimiliki guru juga akan turut menentukan ketepatan pengambilan keputusan yang akan dipilihnya agar dapat dipertanggungjawabkan di dunia maupun di akhirat nanti.
Terkait dengan pengambilan keputusan ini, dalam filosofi Patrap Triloka Kihajar Dewantara dikatakakan bahwa peran guru dalam mengambil keputusan, dapat dilakukan dengan cara Ing ngarso sung tulodo, Ing madya mangun karso dan Tut wuri handayani. Ing ngarso sung tulodo bermakna bahwa keputusan yang diambil guru akan menjadi inspiarasi dan contoh teladan bagi muridnya baik di kelas maupun di sekolah. Ing madya mangun karso bermakna bahwa keputusan yang diambil oleh guru sebagai pemimpin pembelajaran hendaknya dapat mempertimbangkan aspek yang dapat membangun karsa, semangat atau kemauan muridnya. Sedangkan Tutwuri Handayani memiliki makna bahwa dibelakang dalam pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran diharapakan akan dapat memberikan dukungan fisik maupun moral kepada murid-murid di kelas maupun sekolahnya.
Kemudian, nilai-nilai yang ada dalam diri kita sebagai pemimpin pembelajaran tentu saja juga akan mempengaruhi tindakan kita dalam mengkritisi suatu pengambilan keputusan atau membuat suatu keputusan yang kreatif yang diambil. Untuk itu dengan berpegang pada prinsip-prinsip pengambilan keputusan, maka diharapkan keputusan itu akan berdampak pada keputusan yang berpihak kepada murid. Dan selanjutnya adalah hal yang sangat penting bagi kita untuk mempraktikkan aspek-aspek apa saja yang perlu dilakukan atau diperhatikan sebelum dan sesudah pengambilan suatu keputusan itu dibuat. Lalu manakah prinsip-prinsip atau nilai-nilai yang cenderung sering kita gunakan?, Apakah kita pernah menganalisis keputusan itu?, Untuk apa keputusan itu dibuat?, Bagaimana kita menguji pengambilan keputusan itu? dan apakah keputusan itu sudah efektif atau tepat sasaran? Jika hal ini dapat dilakukan dengan baik maka harapan menjadi seorang pemimpin pembelajaran yang lebih baik, berkualitas dan mandiri akan dapat terwujud.
Dari pengalaman kita bekerja kita di institusi pendidikan, kita telah mengetahui bahwa dilema etika adalah hal berat yang harus dihadapi dari waktu ke waktu. Ketika kita menghadapkan dengan situasi dilema etika, maka akan ada nilai-nilai kebajikan yang mendasarinya namun bertentangan seperti cinta dan kasih sayang, kebenaran, keadilan, kebebasan, persatuan, toleransi, tanggung jawab dan penghargaan akan hidup. Disamping itu kita harus menyadari pula bahwa tidak ada aturan baku yang berlaku untuk memutuskan situasi dilema etika karena hal ini sifatnya relative dan bergantung pada situasi dan kondisi yang terjadi pada saat kejadian. Artinya adalah hal ini dapat dimaknai bahwa terkadang adalah hal yang benar untuk memegang aturan demi suatu keadilan, akan tetapi terkadang membuat pengecualian juga merupakan tindakan yang benar pula.
Demikian pula sebaliknya ketika dihadapkan dengan situasi bujukan moral (Benar Versus Salah) bahwa dalam melakukan hal yang salah walaupun untuk alasan yang baik tetap saja salah. Contohnya menyontek. Walau pun tujuannya untuk mendapatkan nilai yang baik yang tentuanya juga merupakan hal yang baik, tetap saja salah. Kemudian berbohong yang merupakan sebuah tindakan yang salah. Walaupun tujuannya untuk kebaikan tetap saja salah.
Untuk itu sebelum melakukan aktivitas pengambilan keputusan pada situasi yang terjadi dalam dilema etika, ada 4 kategori paradigma pengambilan keputusan  yang harus kita cermati yaitu:
Individu lawan masyarakat (individual vs community)
Rasa keadilan lawan rasa kasihan (justice vs mercy)
Kebenaran lawan kesetiaan (truth vs loyalty)
Jangka pendek lawan jangka panjang (short term vs long term)
Dilema individu melawan masyarakat adalah bagaimana membuat pilihan antara apa yang benar untuk satu orang atau kelompok kecil , dan apa yang benar untuk yang lain, kelompok yang lebih besar. Guru kadang harus membuat pilihan seperti ini di dalam kelas. Bila satu kelompok membutuhkan waktu yang lebih banyak pada sebuah tugas, tapi kelompok yang lain sudah siap untuk ke pelajaran berikutnya, apakah pilihan benar yang harus dibuat? Guru mungkin menghadapi dilema individu lawan kelompok.