Antisemitisme yang diterapkan oleh rezim Nazi adalah salah satu bentuk kebencian terhadap orang Yahudi yang paling ekstrem dalam sejarah. Nazi, di bawah kepemimpinan Adolf Hitler, memperkenalkan ideologi rasis yang menggambarkan orang Yahudi sebagai musuh utama bangsa Jerman dan peradaban manusia secara keseluruhan. Pemikiran antisemit ini menjadi dasar untuk kebijakan diskriminasi, kekerasan, dan pengusiran yang mengarah pada Holocaust, pembantaian sistematis terhadap enam juta orang Yahudi oleh Nazi selama Perang Dunia II.Â
Nazi, melalui ideologi mereka yang dikenal sebagai "rasialisme," menganggap ras Yahudi sebagai ras yang inferior. Menurut pandangan Nazi, ras Arya (terutama orang Jerman) dianggap sebagai ras unggul, sementara orang Yahudi digambarkan sebagai parasit sosial dan ancaman bagi kemurnian rasial Jerman. Hitler dan para pemimpin Nazi berpendapat bahwa orang Yahudi adalah penyebab banyak masalah sosial, politik, dan ekonomi yang dihadapi Jerman, termasuk keruntuhan negara pasca-Perang Dunia I dan krisis ekonomi global.Â
Salah satu langkah pertama yang diambil oleh rezim Nazi untuk menerapkan kebijakan antisemit adalah dengan mengeluarkan Undang-Undang Nuremberg pada tahun 1935. Undang-undang ini secara resmi mengklasifikasikan orang Yahudi sebagai "ras rendah" dan menetapkan berbagai pembatasan yang membatasi hak-hak mereka. Orang Yahudi dilarang menikah atau berhubungan seks dengan orang Jerman non-Yahudi, mereka tidak boleh bekerja di sektor publik, dan mereka kehilangan kewarganegaraan Jerman. Undang-undang ini merupakan landasan legal untuk diskriminasi yang lebih luas terhadap orang Yahudi di bawah Nazi.Â
Antiintelektualisme yang diterapkan oleh rezim Nazi adalah upaya sistematis untuk menekan pemikiran kritis, kebebasan intelektual, dan kemajuan ilmu pengetahuan yang tidak sejalan dengan ideologi mereka. Nazi menolak banyak aspek kemajuan intelektual dan ilmiah yang bertentangan dengan keyakinan mereka, terutama yang berhubungan dengan ras, politik, dan budaya.
Nazi sangat menentang ilmu pengetahuan yang tidak sesuai dengan pandangan rasialis mereka, terutama teori ilmiah yang menentang gagasan tentang superioritas ras Arya. Misalnya, mereka menolak teori evolusi dan mengabaikan prinsip-prinsip biologi yang tidak mendukung pemikiran mereka tentang "ras unggul." Ilmu sosial dan psikologi yang mendukung kesetaraan ras atau yang mengkritik struktur hierarkis yang diinginkan oleh Nazi juga dihancurkan. Sebaliknya, mereka mempromosikan teori-teori rasis, seperti eugenika dan "ilmuwan rasial," yang mendukung gagasan tentang pemurnian ras dan diskriminasi terhadap kelompok-kelompok yang dianggap inferior.Â
Rezim Nazi mengubah sistem pendidikan untuk memastikan bahwa hanya ideologi mereka yang diajarkan. Mereka memperkenalkan kurikulum yang menekankan nilai-nilai Nazi, termasuk kebanggaan rasial Arya, ketundukan pada negara, dan supremasi Hitler. Sekolah-sekolah dan universitas diawasi ketat, dan dosen atau profesor yang dianggap memiliki pandangan liberal atau tidak sejalan dengan Nazi dipecat atau dipenjara. Pendidikan dipengaruhi untuk mendidik generasi muda Jerman agar mendukung ideologi Nazi dan mengabaikan pemikiran kritis atau ilmiah yang bertentangan dengan pandangan negara.Â
Antiintelektualisme Nazi adalah upaya yang sangat sistematis untuk menghilangkan kebebasan berpikir, meredam kemajuan ilmiah yang bertentangan dengan ideologi mereka, dan mendominasi masyarakat dengan pandangan dunia yang sempit dan penuh kebohongan. Melalui pengendalian pendidikan, media, seni, dan ilmu pengetahuan, mereka menciptakan suatu iklim di mana pemikiran kritis dan kebebasan intelektual tidak hanya dihentikan, tetapi dihancurkan sepenuhnya, demi mendukung kekuasaan totaliter mereka.Â
Daftar Pustaka :
Inside Hitler's High Command by Geoffrey Megargee (University Press of Kansas, 2000)Â
Hitler, A. (1925). Mein Kampf.Â