Munas para ulama Nahdhatul Ulama, NU yang digelar pada 27 Februari 2019 yang lalu, menghasilkan lima rekomendasi. Yaitu tentang sampah plastik, haramnya bisnis MLM, himbauan untuk tidak golput, dan dua lagi yang mengundang pro kontra yaitu tentang Islam Nusantara dan sebutan kafir bagi warga nonmuslim.
Dalam pandangan NU, Islam Nusamtara memiliki latar belakang sejarah yang panjang dan mengakar pada umat Islam bangsa Indonesia.
Masuknya Islam ke Nusantara memiliki karakter yang berbeda jika dibandingkan dengan wilayah lain. Islam masuk ke Nusantara tidak dengan pendekatan kekerasan atau peperangan. Berbeda dengan yang terjadi di wilayah lain, baik itu di Eropa, Turki, atau di kawasan Arab sendiri.
Mereka, para penyebar Islam di Nusantara pada masa awal, tidak mengajarkan Islam kepada penduduk setempat dengan doktrin. Melainkan dengan pendekatan budaya.Â
Mereka berdakwah dengan cara berbaur dengan budaya lokal hingga muncul budaya-budaya baru sebagai hasil perpaduan antara Islam dengan budaya lokal tadi. Perpaduan budaya itulah yang menjadi latar belakang lahirnya istilah Islam Nusantara
Proses itu berlangsung selama berabad-abad hingga pada masa kolonial muncul kelompok pendakwah Islam lain yang memiliki corak berbeda dengan pendakwah sebelumnya. Kelompok ini merupakan bagian dari gerakan wahabi yang muncul pada abad ke-18 di tanah Arab.
Metode dakwah yang dilakukan wahabi berbeda dengan metode yang dilakukan pendakwah sebelumnya. Mereka tidak familiar dengan budaya lokal. Mereka berpandangan segala budaya yang sudah ada dan turun temurun adalah bentuk-bentuk bid'ah yang harus diberantas.
Sementara itu pada masa awal abad ke-20, di wilayah-wilayah terjajah tumbuh gerakan-gerakan perlawanan terhadap kolonialisme, muncul pula dari gerakan itu yang bercorak Islam, dikenal dengan pan Islamisme. Gerakan ini pula yang melahirkan kelompok-kelompok  semacam Hizbut Tahrir di Palestina dan Ikwanul Muslimin di Mesir.
Tidak ketinggalan, gerakan pan Islamisme pun menular ke Indonesia. Sebagaimana Wahabi dalam beberapa hal  pandangan mereka pun tidak sejalan dengan kelompok Islam tradisional. Pan Islamisme yang menghendaki suatu penyatuan Islam dalam satu negara Islam bertentetangan dengan kelompok tradisionalis yang lebih memilih negara berdasarkan kebangsaan.Â
Kelompok Wahabi dan kelompok pan Islamisme adalah dua kelompok utama yang selalu menentang konsep Islam Nusantara. Dari sejak abad ke-18 dan abad ke-20, tidak terkecuali pula saat ini.
Namun walaupun terus mendapatkan penentangan, NU tetap bertekad untuk terus menyebarkan faham Islam Nusantara. Bukan hanya di Indonesia, tapi juga ke dunia internasional.