Sekarang tanggal satu Oktober.
Tidak seperti yang sudah-sudah, di pertemuan kali ini Kinanti datang lebih dulu. Wajahnya tampak sembab. Jejak tangis masih membekas jelas di kedua mata.
Ya Tuhan, kumohon belas kasih-Mu untuk Kinanti. Setidaknya, satu kali saja. Oktober tahun ini.
"Aku menikah di bulan Oktober. Kau ingat?" Katanya tanpa berbasa-basi ini dan itu. Tanpa menungguku bertanya apa yang telah terjadi.
"Tentu saja. Dua hari setelah ulang tahunmu."
"Semua bencana bermula di hari itu. Dua puluh dua Oktober."
Ingin sekali kubungkam mulut Kinanti dan menghardiknya. Cukup, Kin! Cukup! Aku sudah hafal kisahmu dan apa yang bakal terjadi pada hati ini setiap kau merincinya lagi! Aku ikut meremah, Kin! Lebih halus dari butiran debu.
"Bukan salah Oktober."
"Ya. Semua salahku sendiri."
Suaranya pelan dan hampir-hampir tak terdengar. Membuatku menyesal telah berkata seperti tadi.
"Aku pernah jadi sasaran tendang dan tinju di rumahku sendiri. Oleh suamiku sendiri. Itu juga terjadi di bulan Oktober."