Kinanti sudah melewati lebih dari empat puluh lima kali Oktober dalam hidupnya. Namun, baru sekarang dia sangat berharap tidak akan ada lagi drama yang menyesakkan dada. Tidak akan ada lagi trauma yang harus susah payah dibuat enyah. Tidak akan ada lagi kisah-kisah nelangsa yang berawal di bulan kesepuluh ini.
***
Oktober masih dua hari lagi ketika Kinanti menghubungiku. Ingin bicara serius, katanya. Selama mengenal perempuan Libra satu ini, setiap pembicaraan serius selalu berakhir tangis. Bisa dipastikan, besok lusa saat kami bertemu akan seperti itu juga. Bagaimana tidak. Semua doa yang kupanjatkan sebelum berangkat menemuinya--berharap dia baik-baik saja--tidak pernah ada satu pun yang terkabul.
Aku memang tidak harus menenangkan atau menguatkan hati Kinanti saban dia menangisi keterpurukannya. Menyemangati dan menghibur pun tidak kulakukan. Kinanti tidak butuh apa-apa, kecuali hanya ingin didengar.Â
Bahkan setelah puas mencurahkan semua kejadian yang mengiris-ngiris batinnya, dia selalu meninggalkanku sendirian di pojok kedai kopi langganan kami.
Sialnya, setangguh apa pun Kinanti menampakkan diri saat berpamitan, aku meyakini satu hal. Dia pergi dengan langkah ditegar-tegarkan dan hati yang diikhlas-ikhlaskan. Sungguh pemandangan yang sangat menyesakkan.
Kemudian, aku yang justru sibuk menenangkan diri sendiri. Sekuat hati menepis rasa bersalah yang kian menjadi-jadi. Padahal jelas-jelas bukan aku yang membuatnya menderita. Sontak khusyuk berdoa. Lagi dan lagi. Semoga itulah kali terakhir Kinanti dirundung nestapa.
Namun entah mengapa, cepat atau lambat Tuhan mengabulkan semua permohonanku, kecuali doa-doa baik untuk Kinanti. Setiap memasuki bulan Oktober, ia datang dan bercerita padaku tentang hatinya yang sedang hancur.Â
Bukan cuma patah, tetapi meremah. Selalu kalimat itu yang ia pakai untuk melukiskan keadaannya. Kinanti lalu menyebut-nyebut Oktober sebagai Octrouble.
Air mata yang membanjir berhari-hari selama Oktober, insomnia akut, lalu disusul anemia parah sudah lebih dari cukup untuk menjelaskan betapa remuknya perempuan rapuh ini. Sayang sekali, aku tak pernah tahu apa atau siapa yang lantas membuatnya kembali tegar setelah berbulan-bulan merana.Â
Hanya ada dua kemungkinan kuat. Kinanti pandai menyembuhkan diri sendiri atau sangat lihai menyimpan luka di lipatan paling tersembunyi.