Ajakan Lexa membuatku berada di klub malam ini. Dia benar, aku memang butuh hiburan. Luka hati karena dikhianati harus segera diobati. Apalagi dipecundangi suami sendiri, rasanya sungguh tak terperi.Â
Maka, di sinilah aku. Meleburkan diri di antara denting gelas-gelas bir dan kepulan asap rokok. Meliak-liukkan tubuh dalam irama live music dari sudut ruang. Memamerkan wajah ceria seolah-olah tak punya masalah. Memaksa selaksa bahagia merasuk ke jiwa.
"Yeaaah, let's fuck the world, guys!" pekikku sembari mengangkat botol Budweiser tinggi-tinggi. Berharap segenap emosi jiwa lesap. Terserah akan menguap bersama asap, atau lenyap dilahap malam.
"Tipe lo, tuh!" ucap Lexa saat seorang pria muda bertubuh atletis berdiri tepat di hadapan kami.
Mamamia! Senyum si tampan ini seketika membuat darahku berdesir. Rambut-rambut halus menghias wajahnya yang kecoklatan. Sangat macho. Ingin sekali kulumat bibir seksinya sekarang juga. Belum lagi beberapa kancing kemeja yang ia biarkan terbuka. Dada bidangnya seperti melambai-lambai padaku dan bersuara, "Lepaskan hasrat terpendammu di sini, Manis."
Tanpa malu-malu, aku langsung mengulurkan tangan. "Lolita"
"Lolita?"
Dia tampak terkejut, tetapi hanya sekejap. Tarikan bibirnya kembali membentuk senyum menawan. Hangat tangannya mengantarkan sensasi. Denyut-denyut liar menjalar ke sekujur tubuhku. O, my God! Sudah lama aku tak disentuh lelaki.
"Ya, Lo-li-ta. Kenapa?"
"Ah, enggak. Lupakan saja. Aku Abbe."
Kami lalu menyingkir, menjauhi dance floor dan memilih meja di pojok ruang. Sekadar berbincang. Entahlah jika kemudian terjadi percintaan satu malam. Mungkin bisa jadi hiburan, penghilang kepedihan, meskipun hanya sesaat. Mungkin juga, jadi awal dimulainya kisah cinta baru. Asyik!