Mohon tunggu...
Mulyadi Djaya
Mulyadi Djaya Mohon Tunggu... Dosen Univ. Papua -

Memotret Papua bagai oase yang tidak pernah kering. Terus berkarya untuk Indonesia yang berkemajuan (#dosen.unipa.manokwari).

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Masihkah Takut ke Papua karena Malaria?

15 Januari 2018   14:07 Diperbarui: 15 Januari 2018   16:20 11532
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Belum sempat menapakkan kaki di Tanah Papua sudah terbayang akan bahaya malaria. Alasan ini membuat orang enggan berkunjung atau bertugas ke pulau yang eksotik itu. Seolah-olah kalau ke Papua, pulang tinggal nama. Sampai-sampai  yang terlanjur berangkat berusaha mempersingkat kunjungannya. Oh...alangkah sedikit informasi tentang hewan cilik yang mematikan itu.

Kalau ketakutan berlebihan dikembangkan, maka kita tidak bisa menyaksikan langsung keindahan panorama alam asli tropis yang diakui dunia, kaya sumberdaya fauna dan flora yang beragam tinggi. Belum manusianya yang kaya dengan kultur jaman batu, tradisi dan bahasa yang beragam pula. Kekayaan tersebut menjadi incaran para peneliti, pengembara, dan wisatawan mancanegara. Kalau saya uraikan seluruh obyek kunjungan tak cukup ruang untuk ditulis di halaman ini.

Malaria bagi kita adalah hal yang kecil di tengah sejarah Papua bak raksasa yang sedang tidur. Tidak perlu takut dengn penyakit malaria tersebut. Toh di Jawa penyakit demam berdarah yang disebabkan oleh gigitan nyamuk Aedes aegepty lebih sadis dibandingkan nyamuk Anopheles penyebab penyakit malaria papua. Bukankah di kota-kota besar lain Indonesia hampir setiap jam terjadi peristiwa yang mengerikan lagi menghilangkan nyawa manusia? 

***

Bagi masyarakat Papua malaria bukan hal yang luar biasa lagi. Menjadi makanan sehari-hari. Setiap sakit kepala dan demam sudah dipastikan malaria (?). Malaria Papua memiliki ragam indikasi dan penyebutannya. Bila diawali dengan rasa demam dan mual mereka menyebutnya malaria biasa, selanjutnya ada yang memberi nama  malaria perut dan malaria tulang. Tergantung organ tubuh yang terasa sakit. Benar juga, setelah diadakan pemeriksaan yang lebih ringkas yang disebut RDT (Rapid Diagnostic Test) di laboratorium, hasilnya positif malaria. Dengan demikian masyarakat sangat mengerti cara mengobatinya sendiri atau segera dibawa ke tempat pengobatan terdekat.

[Trauma Sejarah Kematian]

Dari mana asal malaria papua menjadi terkenal? Sejarah ganasnya gigitan nyamuk papua mulai terdengar ketika banyaknya tawanan kaum pergerakan Indonesia yang tewas di Boven Digul Papua pada tahun 1926. Kondisi penjara yang sumpek dan sempit di belantara hutan dan hilir sungai Digul tersebut banyak tahanan politik yang tewas akibat malaria tropika. Tidak bisa diselamatkan karena terlambat diobati oleh bagian kesehatan tentara Belanda.

Demikian juga dari cerita-cerita eks tentara pembebasan Irian Barat yang diterjunkan di hutan belantara Papua pada tahun 1960-an. Banyak prajurit yang sakit bahkan meninggal karena malaria. Bahkan bagi pendatang yang baru bermukim di Papua belum dikatakan menjadi orang Papua kalau belum "berkenalan" dengan malaria. Dari riuh kabar itulah menjadi momok untuk ke Papua.

[Tak Perlu Ditakutkan]

Memang Papua sebagai daerah endemik malaria. Tetapi dengan kemajuan ilmu pengetahuan di bidang kesehatan sudah ditemukan cara pencegahan dan pengobatannya. Bahkan Pemerintah gencar melakukan kegiatan eliminasi malaria dalam bentuk program pencegahan dan pengobatan. Terakhir, kunjungan Menkes RI bersama Presiden Jokowi menyatakan bahwa angka penderita penyakit malaria di Papua berhasil diturunkan pada tahun 2017 ini. 

Tidak ada alasan bagi orang untuk takut berkunjung ke Papua gara-gara malaria. Karena penyakit tersebut hanya endemik di Papua maka yang terjangkit tentu orang yang tinggal di Papua saja. Dari 80 spesies nyamuk penyebab malaria (nyamuk Anopheles) hanya 24 spesies yang menyebabkan penyakit malaria. Suburnya nyamuk bersarang di bumi cenderawasih itu tidak lepas dari kondisi ekologi dan iklim tropis basah. Nyamuk senang hidup di wilayah tutupan hutan yang lebat dan dataran rendah pesisir, lembah, sungai dan danau.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun