Mohon tunggu...
mulyadi av
mulyadi av Mohon Tunggu... Administrasi - belajar dan terus belajar

learner

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pengadilan Agama Berwenang Memeriksa Sengketa Ekonomi Syariah

27 Mei 2016   17:01 Diperbarui: 27 Mei 2016   17:09 1053
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pengadilan Agama sering dicap sebagai pengadilan “kelas dua”. Lain dengan Pengadilan Negeri yang mempunyai kewenangan yang lebih luas. Demikian juga, pengadilan Tata Usaha Negara.

Setelah perkembangan ekonomi syariah berkembang pesat, permasalahan yang menyangkut syariah juga berkembang. Di dunia perbankan yang diberi embel-embel “syariah” mulai  terjadi perikatan secara syariah.  Awal mula ide untuk mendirikan Bank Syariah di Indonesia muncul sejak tahun 1970-an. Yang akhirnya dimulai didirkan Bank Muamalat Indonesia tahun 1992. Dengan munculnya bank syariah ini tentu perlunya lembaga peradilan yang dapat mewadahinya penyelesaian sengketa terkait ekonomi syariah.

Pasca Putusan MK No. 93/PUU-X/2012, peradilan agama mempunyai kewenangan mutlak dalam menangani perkara ekonomi syariah

Semenjak ada UU No. 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama yaitu perubahan terhadap UU No. 7 Tahun 1989 kewenangan peradilan agama diperluas. Berdasarkan Pasal 49 UU Peradilan Agama, “Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, menyelesaikan perkara ditingkat pertama antara orang – orang yang beragama Islam dibidang : 1. Perkawinan, 2. Waris, 3. Wasiat, 4. Hibah, 5. Wakaf, 6. Zakat, 7. Infaq, 8. Shadaqah, dan 9. Ekonomi Syariah.”

Dalam penjelasan pasal 49 UU Peradilan Agaman, ekonomi syariah juga menjadi kewenangan peradilan agama. Penyelesaian sengketa tidak hanya dibatasi di bidang perbankan melainkan juga di bidang ekonomi syari’ah lainnya. Lalu yang dimaksud dengan ‘antara orang-orang yang beragama Islam’ adalah termasuk orang atau badan hukum yang dengan sendirinya menundukkan diri dengan sukarela kepada hukum Islam mengenai hal-hal yang menjadi kewenangan Peradilan Agama.

Dengan demikian subjek hukum tidak terbatas pada orang islam namun yang terpenting adalah adanya penundukkan diri secara sukarela kepada hukum islam, yaitu perikatan atau akad syari’ah, maka termasuk kewenangan peradilan agama.

Khusus perbankan syariah pada tahun 2008 diterbitkan UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Penjelasan Pasal 55 ayat (2) UU Perbankan Syariah menyatakan bahawa apabila terjadi persengketaan perbankan syariah, selain diselesaikan pengadilan agama, juga dapat diselesaikan melalui pengadilan dalam lingkungan pengadilan umum sehingga terjadi dualisme pengaturan penyelesaian sengketa perkara ekonomi syariah. Ketidakharmonisan undang-undang ini akhirnya diselesaikan dengan putusan MK No. 93/PUU-X/2012.

Sumber: konsultan hukum

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun