Pengadilan Agama sering dicap sebagai pengadilan “kelas dua”. Lain dengan Pengadilan Negeri yang mempunyai kewenangan yang lebih luas. Demikian juga, pengadilan Tata Usaha Negara.
Setelah perkembangan ekonomi syariah berkembang pesat, permasalahan yang menyangkut syariah juga berkembang. Di dunia perbankan yang diberi embel-embel “syariah” mulai terjadi perikatan secara syariah. Awal mula ide untuk mendirikan Bank Syariah di Indonesia muncul sejak tahun 1970-an. Yang akhirnya dimulai didirkan Bank Muamalat Indonesia tahun 1992. Dengan munculnya bank syariah ini tentu perlunya lembaga peradilan yang dapat mewadahinya penyelesaian sengketa terkait ekonomi syariah.
Pasca Putusan MK No. 93/PUU-X/2012, peradilan agama mempunyai kewenangan mutlak dalam menangani perkara ekonomi syariah
Semenjak ada UU No. 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama yaitu perubahan terhadap UU No. 7 Tahun 1989 kewenangan peradilan agama diperluas. Berdasarkan Pasal 49 UU Peradilan Agama, “Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, menyelesaikan perkara ditingkat pertama antara orang – orang yang beragama Islam dibidang : 1. Perkawinan, 2. Waris, 3. Wasiat, 4. Hibah, 5. Wakaf, 6. Zakat, 7. Infaq, 8. Shadaqah, dan 9. Ekonomi Syariah.”
Dalam penjelasan pasal 49 UU Peradilan Agaman, ekonomi syariah juga menjadi kewenangan peradilan agama. Penyelesaian sengketa tidak hanya dibatasi di bidang perbankan melainkan juga di bidang ekonomi syari’ah lainnya. Lalu yang dimaksud dengan ‘antara orang-orang yang beragama Islam’ adalah termasuk orang atau badan hukum yang dengan sendirinya menundukkan diri dengan sukarela kepada hukum Islam mengenai hal-hal yang menjadi kewenangan Peradilan Agama.
Dengan demikian subjek hukum tidak terbatas pada orang islam namun yang terpenting adalah adanya penundukkan diri secara sukarela kepada hukum islam, yaitu perikatan atau akad syari’ah, maka termasuk kewenangan peradilan agama.
Khusus perbankan syariah pada tahun 2008 diterbitkan UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Penjelasan Pasal 55 ayat (2) UU Perbankan Syariah menyatakan bahawa apabila terjadi persengketaan perbankan syariah, selain diselesaikan pengadilan agama, juga dapat diselesaikan melalui pengadilan dalam lingkungan pengadilan umum sehingga terjadi dualisme pengaturan penyelesaian sengketa perkara ekonomi syariah. Ketidakharmonisan undang-undang ini akhirnya diselesaikan dengan putusan MK No. 93/PUU-X/2012.
Sumber: konsultan hukum
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H