Oleh: Muliani Putri
Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Universitas Maritim Raja Ali Haji
Â
Â
Puisi merupakan salah satu karya sastra yang meluapkan suara aksara dengan menyampaikan pesan yang bermakna. Banyak sastrawan Riau dan Kepulauan Riau yang memiliki karya yang sangat indah.
Rida K. Liamsi atau lebih dikenal dengan Ismail Kadir yang merupakan kebalikan dari namanya, merupakan salah satu dari banyaknya sastrawan serta budayawan melayu yang lahir di Dabo Singkep, Lingga, Kepulauan Riau pada 17 Juli 1943. Selain sebagai sastrawan, ia juga menekuni profesi guru serta pewarta yang sampai saat ini bertahan di grup media Riau pos.
Banyaknya penghargaan yang beliau dapatkan menjadikan ia sebagai sastrawan yang dikenal banyak orang, karya-karya nya tersebar di berbagai media massa lokal maupun nasional, juga beberapa diantaranya ada yang dibukukan, seperti buku Rose (Antologi puisi dwi bahasa) Karya Rida K. Liamsi. Salah satu puisi yang terdapat di dalam buku tersebut adalah puisi yang berjudul "Di Masjid Amir Hamzah".
Di Masjid Amir Hamzah
Sehabis magrib
Aku ratib dan meletakkan setangkai bunga di nisannya
Tuhan, singkirkan rasa benci dan aniaya
Tak ada daya, tak ada daya, tanpa kehendak-Mu
Dan maut menjemput, pun saat jiwa bersujud
Dan maut wangi bagai setanggi dibakar lumut
Makna keseluruhan yang dimiliki oleh puisi tersebut ialah semua yang bernyawa tidak akan ada artinya terus memendam jika sudah waktunya di tentukan oleh Yang Maha Kuasa, karna dialah pencipta dari seluruh alam semesta. Meminta pertolongan kepada-Nya agar menghapus rasa benci yang dirasa. Karena maut tidak memilih siapapun untuk dijemput jika sudah waktunya.
Sehabis magrib
Aku ratib dan meletakkan setangkai bunga di nisannya
Bait di atas menceritakan seseorang yang meletakkan setangkai bunga di sebuah nisan pada waku ba'da magrib (sehabis magrib).
Tuhan, singkirkan rasa benci dan aniaya
Tak ada daya, tak ada daya, tanpa kehendak-Mu
Dua bait di atas menelisik makna hamba-Nya yang memohon ampun untuk hilangkan rasa benci dan aniaya, hamba-Nya paham benar bahwa semua bergantung kepada Yang Maha Kuasa, tidak akan terjadi tanpa kehendak-Nya.
Dan maut menjemput, pun saat jiwa bersujud
Dan maut wangi bagai setanggi dibakar lumut
Dua bait terakhir menggambarkan seoarang hamba yang tiada daya untuk melawan takdir ketika ajal akan menjemput, karena semuamya adalah kuasa dan kehendak Tuhan. Ia hanya bisa berdoa dan bersujud untuk memohon ampun.
Jika diartikan per bait maka semua kalimat pada setiap kalimat di baitnya memiliki makna tersendiri, seperti kata "setanggi" yang mungkin tidak ramah ditelinga kita namun memiliki arti 'kemenyan atau berbau wangi' yang biasanya jika mencium bau ini maka dianggap sebagai situasi mistis.
Kata lainnya yang jarang terdengar yang terdapat di dalam puisi tersebut adalah "ratib" yang ternyata kata tersebut memiliki arti 'berzikir atau situasi sedang berdoa dan memohon kepada Yang Maha Kuasa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H