Saat itu, di Istana Negara untuk kesekian-kalinya, kembali ramai beredar ancaman dari RJ Lino, dan Bapak Presiden Joko Widodo-lah yang akan menjadi penentunya guna bagaimanakah kiranya drama ini akan diakhiri dengan alam yang dipenuhi oleh kesejukkan……
Kilas Balik Kupas Tuntas Atas Akar Permasalahan/Persoalan Yang Menjerat Seorang RJ Lino :
Perlu Kita ketahui bersama bahwa pada tahun 2010 RJ Lino melakukan pembelian alat bongkar muat (ABM) besar-besaran untuk PT. Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II (Persero) Tbk. senilai hampir Rp 2,7 triliun. Pembelian ABM tersebut lewat jaringan grup Aneka Kimia Raya (AKR) milik Ahmad Kalla. Salah satu buktinya adalah pembelian 3 Quay Crane, yang Vendor-nya adalah Huang Dong Heavy Machinery. Sedangkan Huang Dong Heavy Machinery itu sendiri tak lain adalah sebuah Vendor pengadaan QCC untuk yang pertama di Pelabuhan Gui-Gang, yang dikelola oleh sebuah perusahaan milik jaringan Kalla Group — bisnis keluarga Wakil Presiden Jusuf Kalla (yang tergabung di dalam jaringan grup Aneka Kimia Raya (AKR) — di propinsi Guang-Xi, Republik Rakyat China (RRC), di mana seorang Richard Joost Lino pernah jadi Direktur Utama (Dirut) -nya di sana.
Selain spesifikasi yang amat rendah, sebenarnya ABM dari Vendor ini pun sama sekali tak dibutuhkan oleh pelabuhan-pelabuhan di Indonesia, namun anehnya tetap saja dibeli oleh RJ Lino, jadi entah apa yang ada dibenaknya dan menjadi tujuan utama sebagai motivasinya dalam melakukan pembelian ABM dari Vendor ini. Maka tak heranlah alat-alat tersebut kemudian jadinya mangkrak, dan satu per satu mulai menjadi rusak dan kini sudah tak bisa lagi dipergunakan, bahkan sampai sekarang masih tergeletak begitu saja di Dermaga 003, Pelabuhan Tanjung Priok. Banyak lagi pengadaan alat-alat lain, yang mana kesemuanya adalah mempergunakan jaringan grup Aneka Kimia Raya (AKR) milik Ahmad Kalla, jaringan mafia pengadaan untuk semua peralatan yang dibutuhkan di Pelabuhan.
Maka dari sebab itulah sehingga tidaklah berlebihan dan tidaklah secara kebetulan jikalau salah satu alat bongkar muat (ABM) yang mangkrak, yang adalah: Mobil Crane, yang mana kasusnya kini sedang ditangani penyelidikkannya oleh pihak Kepolisian Negara Republik Indonesia, karena sejak kedatangan Mobil Crane ini, pada tahun 2012 yang silam, hingga saat sekarang masih saja belum pernah sekalipun dipergunakan sebagai alat bongkar muat (ABM) di Dermaga 003, Pelabuhan Tanjung Priok, dan dalam perihal kasus ini, Negara Republik Indonesia dirugikan setidaknya adalah sebesar 50 (Lima Puluh) Miliar Rupiah.
Kemudian, ada lagi munculnya fakta baru yang berhembus mengenai “kedekatan” antara ketiganya, yakni: Richard Joost Lino, Sofyan Djalil dan Jusuf Kalla, adalah lewat sebuah perusahaan yang bernama PT. Bukaka Utama, yang mana pada kenyataannya bahwa ada rumor yang selama ini beredar di mana RJ Lino dikatakan setidaknya telah menguasai sebagian saham dari perusahaan tersebut, dan terbukti bahwa hal ini adalah benar adanya dengan diketahui pula bahwa transaksinya sudah dilakukan sejak pada tahun 2010 yang lalu, melalui perusahaan Armadeus Acquisition, dengan mengakuisisi kepemilikkan saham dari PT. Bukaka Utama yang mana adalah sebesar 46,6%. Adapun penguasaan atas saham dari perusahaan tersebut adalah melalui tangan menantunya RJ Lino sendiri, yang adalah seorang pengusaha yang berkewarganegaraan Malaysia, yang bernama Moh Ezra Effendi, yang diketahui menikahi putri RJ Lino bernama Clarissa.
Perusahaan Armadeus Acquisition itu sendiri adalah dinahkodai oleh Moh Ezra Effendi, menantu dari RJ Lino, sedangkan putra-putri RJ Lino yang lainnya adalah posisinya sebagai pemegang saham di perusahaan yang bernama Armadeus Acqusition tersebut. Dan diketahui pula bahwa RJ Lino sendiri pun ternyata menempatkan orang-orang yang mantan bekerja di PT. Bukaka Utama pada beberapa anak perusahaan dari PT. Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II (Persero) Tbk., yang mana antara lain adalah Imron Zubaidi (eks pegawai dari PT. Bukaka Utama). Di mana Imron Zubaidi ini diangkat RJ Lino menjabat sebagai Komisaris Utama di PT. Pengerukan Indonesia (Persero), yang kini telah menjadi anak perusahaan dari PT. Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II (Persero) Tbk.
Tidak secara kebetulan pula bahwa ternyata PT. Bukaka Utama ini juga berafiliasi dengan Kalla Group — bisnis keluarga Wakil Presiden Jusuf Kalla — yang terlibat dalam kegiatan konstruksi dan teknik. Bukaka beserta semua afiliasinya ini mengoperasikan Sembilan unit bisnis yang memproduksi menara baja; memproduksi jembatan baja; memproduksi penyangga jembatan khusus untuk yang dilewati oleh pesawat penumpang & cargo; memproduksi peralatan konstruksi jalan; memproduksi peralatan minyak & gas; memproduksi kendaraan tujuan khusus dan juga perusahaan yang bergerak dalam pembangkit tenaga listrik; serta pula perusahaan yang menggembleng dalam pemeliharaan dan pelayanan lepas pantai.
Pada tahun 2006 yang silam, PT. Bukaka Utama sendiri pernah mengalami Delisting di Bursa Efek Indonesia (disingkat BEI, atau Indonesia Stock Exchange (IDX)) karena performance keuangan perusahaannya yang tidak bagus, yaitu: Perusahaan mengalami Aktiva Negatif selama Tiga tahun berturut-turut. Secara mengejutkan dikemudian-hari PT. Bukaka Utama ini terbukti bisa Relisting kembali karena adanya Intervensi dari Sofyan Djalil sebagai Menko Perekonomian pada saat itu. Di lain pihak, sewaktu PT. Bukaka Utama mengalami Disuspend aktivitasnya di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2006 yang lalu, Achmad Kalla-lah yang membantu PT. Bukaka Utama dalam menalangi semua kewajiban hutang ke Pihak Ketiga.