Mohon tunggu...
Muliadi Kurdi
Muliadi Kurdi Mohon Tunggu... Dosen - Biodata Singkat

Muliadi Kurdi. Penulis dan peneliti ilmu-ilmu kemasyarakatan. Dilahirkan 15 Oktober 1972 di desa Kuala Lambeuso, Lamno, Aceh Jaya (dulu Aceh Barat). Mengawali pedidikan dasar (SDN) Desa Jeumuloh, Kec. Jaya (Aceh Jaya) tahun 1980. Satu tahun kemudian penulis pindah ke SDN Inpres Keude Krueng Sabee (Aceh Jaya). Melanjutkan pendidikan Madrasah Tsanawiyah (MTsN) Calang, Aceh Jaya (1986) dan tahun 1992 menyelesaikan pendidikan SMAN Calang, Aceh Jaya. Pendidikan strata satu (S1) diselesaikan pada fakultas Tarbiyah konsentrasi bahasa Arab UIN Ar-Raniry (dulu IAIN), strata dua (S2) konsentrasi fikih modern PPs (UIN Ar-Raniry) dan strata tiga (S3) konsentrasi fikih UIN Ar-Raniry Banda Aceh.[]

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ar-Raniry, Mufti Kesultanan Aceh Darussalam

12 Maret 2020   14:43 Diperbarui: 12 Maret 2020   16:23 302
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

NURUDDIN AR-RANIRY (Ar-Raniry) mufti kesultanan Aceh masa Sultan Iskandar Tsani (1636-1641).  Dalam bidang fikih ia pengikut mazhab Imam Asy-Syafi'i dan kalam bermazhab Asy'ariyah. Dalam sejarah Aceh, ulama ini paling banyak menulis.

Puluhan kitab pernah dihasilkan baik ketika sebelum ia ke Aceh maupun sejak menetap di Aceh. Tentang tahun kelahiran Nuruddin tidak diketahui secara pasti namun diperkirakan ia lahir pada pertengahan kedua abad XVI Masehi di Ranir (Randir), sebuah kota pelabuhan tua di Pantai Gujarat. Ibunya seorang keturunan Melayu, sementara ayahnya berasal dari keluarga imigran Hadhramaut (Al-Attas, 1199). Asal usul beliau adalah keturunan Arab dari Quraisy, kemudian pindah ke India. 

Tetapi salah seorang muridnya bernama Muhammad 'Ali atau Manshur yang digelarkan dengan Megat Sati ibnu Amir Sulaiman ibnu Sa'id Ja'far Shadiq ibnu 'Abdullah dalam karyanya, "Syarab al-'Arifin li Ahli al-Washilin" menyebutkan,"...."bahawa Syeikh Nuruddin ar-Raniry adalah Raniri negerinya, Syafi'i nama mazhabnya, Bakri bangsanya..."

Nama Nuruddin mulai mencuat ke permukaan dengan sebutan Syeikh Nuruddin Ar-Raniry setelah ia menulis beberapa kitab terkenal atas pemintaan Sultan Iskandar Tsani. Nama lengkapnya Nuruddin Muhammad bin Ali bin Hasanji bin Muhammad Hamid Ar-Raniry al-Quraisyi Asy-Syafi'i. Tanggal dan tahun kelahirannya tidak disebutkan, tapi ia lahir di Ranir, dekat Surat di Gujarat. G.W.J. Drewes menjelaskan ar-Raniry itu berasal dari Ranir yang terletak di Gujarat India, sekarang daerah tersebut disebut Rander (Zakaria Ahmad, 1972).

Nuruddin mengecap pendidikan awal di daerah Ranir. Di sini ia memperoleh pendidikan agama sebelum melanjutkan pendidikan ke Tahrim, Arab Selatan, yang pada waktu itu daerah ini merupakan salah satu pusat studi Islam terbesar. Pada tahun 1030 H (1621 M), sebelum kembali ke kampung halamannya, India, ia menuju ke Mekkah dan Madinah untuk mendalami pengetahuan agama, menunaikan ibadah haji dan menziarahi makam Rasulullah Saw. (A. Daudy,1978).

Setelah belajar ilmu agama di Timur Tengah, Nuruddin diakui oleh masyarakat Islam sebagai seorang 'alim atau ulama. Ia tidak hanya 'alim dalam menguasai ilmu-ilmu fiqh tapi juga 'alim di dalam berfikir dan 'alim di dalam tahriqat. Ini dapat dibuktikan kebesaran namanya mampu mengundang kekaguman banyak sarjana menulis tentang dirinya seperti sarjana asal Belanda P. Voorhoeve dalam tulisannya menulis, Van en Over Nuruddin Ar-Raniry, BKI 107, 1951; Korte Mededelingen, BKI 115, 1959, dan Twee Maleische Geschriften van Nuruddin ar-Raniry, Leiden, E.J. Brill, 1955. G.W.J. 

Drewes dalam tulisannya, De Herkomst van Nuruddin Ar-Raniry, BKI 111, 1955. C.A.O van Nieuwenhuijze dalam karyanya, Nuruddin Ar-Raniry als Bestrijder de Wugudija, BKI 104, 1948. Kemudian tentang Nuruddin juga ditulis oleh Ph.S van Ronket, H.Kraemer, Snouck Hurgronje dan lain sebagainya.            

Dari kalangan sarjana Indonesia juga itu ambil bagian menulis tentang Nuruddin Ar-Raniry antara lain: R.Hoesin Djajadiningrat dalam karyanya, Critisch overzicht van de in Maleische werken vervatte gegeven pan het Sultanaat van Aceh, BKI 65, 1911. Kemudian dalam Tujimah (ed) dibawah judul, Asrar al-Insan fi Ar-Ruh wa Ar-rahman, Jakarta, 1960 (A. Daudy, 1978).

Sembilan tahun sebelum tibanya di Aceh bertepatan dengan tahun 1628 M, Nuruddin menyelesaikan karya pertamanya, "Sirathul Mustaqim" artinya jalan yang lurus. Kitab ini menjelaskan tentang pokok-pokok ajaran Islam. Di samping kitab ini Nuruddin telah menulis pula kitab pelajaran agama, "Syarah aqaid an-Nafsiah". Kitab ini merupakan salah satu karya terkenal, Saaduddin Mas'ud al-Taftazani yang pernah diminta oleh raja Timurlenk supaya tinggal di kota Samarkand (Zakaria Ahmad, 1972).

Nuruddin tiba di Aceh pada 6 Muharram 1047 H bertepatan 31 Mei 1637 M. beberapa bulan kemudian pada 17 Syawal 1047 H atas permintaan iskandar Tsani ia menyusun kitab,  "Bustanul Thalathin" artinya kebun raja-raja. Kitab ini paling terkenal baik di kalangan istana maupun pembesar-pembesar Aceh kala itu. Pada pasal pertama dari kitab ini memuat tentang sejarah terjadinya bumi dan langit menurut kepercayaan islam. 

Pada bagian kedua berisikan riwayat nabi-nabi mulai dari nabi Adam as. sampai Nabi Mauhammas saw., dari zaman raja-raja Persi sampai kepada zaman Umar bin Khathab, dari zaman Kaisar Bizantium sampai ke masa Nabi Muhammad, dari zaman raja-raja Mesir samaipai ke zaman raja Zulkarnain, dari zaman raja-raja Arab sebelum Islam sampai ke zaman Nedjed, Hidjaz dan zaman nabi Muhammad saw. 

Pemerintah pada zaman nabi Muhammad saw., sampai ke zaman Khalifaurrasyidin (Abubakar, Umar, Usman, Ali), sejarah bangsa Arab di bawah pemerintah banu Umayyah dan Abbasiah sampai kepada riwayat pangeran-pangeran Islam di Delhi, sejarah raja-raja Malaka, Pahang dan raja-raja Aceh dalam abad 16 dan 17 Masehi.

Pada bagian akhir pasal kedua dari kitab itu membicarakan tentang pemerintahan Aceh sesudah wafat sultan Iskandar Muda sampai dengan wafatnya Iskandar Tsani pada tahun 1641. Pasal ketiga dari kitab itu menceritakan tentang raja-raja yang adil, pegawai yang baik dan jujur. Pasal keempat menceritakan tentang raja-raja yang saleh dan orang-orang yang keramat. Pada pasal kelima menceritakan tengang raja-raja yang lalim dan pegawai-pegawai yang jahat. 

Pada pasal keenam menceritakan tengang orang-orang yang besifat mulia dan tentang pahlawan-pahlawan dalam perang Badar dan Uhud serta peperangan yang lain yang disertai oleh Nabi Muhammad Saw., dalam pasal ketujuh atau pasar terakhir dari kitab itu diuraikan tentang kelebihan akal dan kemuliaan ilmu pengetahuan termasuk ilmu filsafat dan ilmu tentang obat-obatan (Zakaria Ahmad, 1972).

Atas permintaan sultan Iskandar Tsani pula Nuruddin Ar-Raniry memulai sebuah polemik tentang roh, terutama setelah keluar dari jasad. Polemik itu merupakan pernyataan sikapnya terhadap pendapat Hamzah Fansuri tentang roh yang ia susun dalam sebuah kitab berjudul, "Asrar al-Insan fi Makrifaturruhi wa ar-Rahman" artinya rahasia mengetahui roh dan Tuhan.

Tahun 1642 ditulislah sebuah kitab terkenal, "Akhbarul Akhirah fi Awwalil Qiamah" artinya berita-berita akhirat dalam peristiwa kiamat. Kitab ini sangat digemari oleh kesultanan dan masyarakat Aceh pada masa itu biarpun ada yang memprediksikan bahwa isi dari kitab itu merupakan pindahan dari beberapa kitab yang sudah pernah ada sebelumnya. 

Seperti Winstedt mengatakan bahwa isi dari kitab itu diambil dari kitab Daqaiq wal Haqaiq artinya saat yang penting dan hakikat-hakikatnya. Kemudian isinya juga diambil dari kitab Duratul Fakhirah min Kasyfil awwamil Akhirah artinya mutiara yang berharga dalam membukakan rahasia akhirat karya Imam Al-Ghazali. Kemudian diambil juga dari kitab, "Adjaibul Malakis Samawat" artinya keajaiban kerajaan langit karya Syaikh Ibnu Jakfar Muhammad bin Abdillah. Kemudian diambil pula isinya dari kitab "Al-Bustan" artinya taman, karya Abdullais (Winstedt, 1958).

Buah pikiran Nuruddin selalu dipengaruhi oleh paham-paham tasawuf dari alirang wahdatusysyuuhud sebuah aliran taswuf bertentangan dengan aliran wahdatulwujud yang dianut oleh Hamzah fansury dan syamsuddin As-Sumatrany. Menurut perkiraan para sejarawan disinilah terletak pangkal perpentangan antara-ulama di Aceh zaman itu. Nuruddin menganggap usaha kedua ulama itu adalah sangat bertentangan dengan islam sejati, karena itu ia menganjurkan kepada sultan Iskandar Tsani supaya buku-bukunya dibakar dan pengikut-pengikutnya dihukum.

Pokok-pokok pikiran dalam aliran yang diamal oleh Hamzah Fansury dan Syamsudin As-Sumatrany. Syamsudin As-Sumatrany berpandagan, "bahwa Allah itu roh dan wujud dan wujud kita ini adalah roh dan wujud Tuhan". Tentang pandangan ini Hamzah Fansury berpendapat, "Bahwa asal roh itu kadim yakni roh Muhammad Saw., karena ia dijadikan Allah ta'ala daripada nur zat-Nya yang kadim dan lain sebagainya". Man 'arafi nafsahu, faqad 'arafa Rabbahu, barangsiapa yang mengenal dirinya berarti mengenal Tuhannya. Hamzah Fansury memberi pemahaman kalimat itu bahwa manusia bersatu dengan Tuhan. 

Berbeda dengan Nuruddin dalam memberikan pemahaman kalimat itu, ia mengartikan siapa yang mengenal dirinya sebagai makhluk maka ia akan mengenal Tuhannya sebagai yang baqa'. Menurut Nuruddin roh itu bukan bersifat qadim akan tetapi baharu (jadid) sebagai makhluk yang diciptakan. 

Dia menolak adanya persamaan sifat-sifat manusia dan alam dengan sifat-sifat Tuhan. Dibandingkannya pantheisme Hamzah Fansury dengan teori Vedanta dan teori Buddha Mahayana di Tibet. Nuruddin telah mempelajari tasauf Al-Ghazali, Fakhruddin, Syihabuddin al-Suhrawardi, Abu Thalib al-Makki, Abdul Kasim, Al-Kusyairi, Ibnu Arabi dan Abdulkarim al-Jailani (Zakaria Ahmad, 1972).   

Pemikiran itu kiranya telah mendapat tanggapan serius dari Nuruddin Ar-Raniry. Pada tahun 1642 ia menulis suatu uraian tentang paham sufi yang diberi judul, "Jawahirul Ulum fi Kasyfil Maklum", artinya pokok-pokok pengetahuan untuk membukakan yang maklum.  Bukunya yang lain adalah fatul Mubin 'ala al-Mulhidin, artinya keterangan yang nyata bagi orang-orang yang kafir. Kemudia ia juga menulis, "Hujjatussidiq li Daf'il Zindiq" artinya dalil yang benar untuk menolak keterangan orang yang tiada bertuhan.   Kemudian ia menulis, "Lathaiful Asrar" artinya kehalusan yang tersembunyi atau rahasia-rahasia yang halus. 

Dalam kitabnya, Al-Tabyanu fi Ma'rifatil Adyan artinya kejahatan untuk mengenal agama ditulis dalam tahun 1664 M. dalam kita itu diuraikan tentang ajaran suluk Syamsuddin As-Sumatrany yang dipandang oleh Nuruddin sebagai ajaran sesat. Ia menuangkan tulisan yang lebih berani lagi dari sebelumnya dalam, Hilluzil yaitu sari dari sebuah karyanya yang lebih luas dengan judul, Al-Nabdhatu fi dakwatizil li ma'a sabihi artinya penolakan atas seruan orang-orang yang sesat dan kawan-kawannya.

Sementara kitab-kitab yang terkait dengan masyarakat Nuruddin Ar-Raniry menulis karya, "Asrarul Insan" artinya rahasia manusia dan Al-Bustan artinya Taman. Dari kitab-kitab Nuruddin terakhir ini memperlihatkan bahwa Nuruddin sosok ilmuan yang tangguh dalam membela kepentingan masyarakat. Winstedt mengatakan bahwa Nuruddin Ar-raniry adalah seorang terpelajar yang dalam dan luar pengetahuannya, bahkan lebih dari itu ia adalah seorang ahli piker pada zaman itu (Zakaria Ahmad, 1972).

Dr. Tujimah mengatakan bahwa Nuruddin Ar-Raniry telah menulis 23 karya tulis yang terdiri dari ilmu-ilmu keislaman, ibadah, hukum, tauhid dan lain-lain (Zakaria Ahmad, 1972). Setelah sultan Iskandar Tsani wafat tahun 1641 Masehi, ia kembali ke Ranir dengan menulis kitab, "Jawahirul 'Ulum fi Kasyfil Maklum" seperti tersebut sebelumnya. 

Ada berita pada masa pemerintahan sultanah Syafiatuddin ia kembali lagi ke Aceh. Indicator itu dapat diamati dari karangannya, At-Tabjanu fi Ma'rifati Adyan yang ditulisnya tahun 1664. Setelah itu ia kembali ke ranir dan tak pernah kembali lagi ke Aceh. Menurut berita ia wafat di Ranir pada hari Jum'at 22 Zulhijah 1068 bertepatan dengan 21 September 1658 Masehi.[]

Banda Aceh, 12 Maret 2020

=Muliadi Kurdi=

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun