Menari dia setengah hati dan menggeliyut kepada lelaki yang memuji diri tanpa henti.
Tak dikehendakinya tangan-tangan usil menjamah kulitnya walau hanya mampir seperti ujung pensil.
Tarian selesai. Dia berhenti dan bersalin pakaian. Menghapus riasan dan segera pulang. Musik memekakkan telinga, kepul asap tembakau, dan cekikikan rekan sejawat begitu menyandakan.
Belumlah sampai rumah, dia tepekur menatap lampu kota. Bosan, penuh pertaubatan. Hendak pulang. Ke pangkuan ibunda dan berharap tak terlahir selamanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!