Beberapa kali saya melihat dan menemukan mereka yang memiliki ungkapan yang dipecundangi oleh mereka yang menerimanya, bukan karena mereka benar-benar mengetahui ungkapan tersebut, melainkan ungkapan tersebut terlalu samar untuk difahami, mungkin sang pengungkap terlalu naif, atau bisa jadi merasa bukan ungkapanyalah yang di tunggu.Â
Namun bait-bait sajak yang tersusun menjadi sebuah puisi ini, lebih merujuk kepada seseorang yang posisinya hanya bisa sebagai pengagum, sebab ia tau betapa mustahilnya jika rasa sukanya dapat diterima dengan cara mengungkapkan secara langsung.
Ini tentang hasrat untuk mengungkapkan ketulusan tentang rasa suka  yang sulit untuk di sampaikan dan sulit untuk mendapatkan balasan.
Puisi Yang Berjudul :
"Pengungkapan Yang Terbungkam"
Aku sepakat kepada indahnya jingga
yang ku ambil sedikit warna dari Mega.
Aku dihajar elokmuÂ
setiap saat kulihat paras itu.
Kekaguman yang bersabda berkali-kali
walau tak sampai hingga rungumu.
Ku siasati dirimu secara syahdu
kau pun tak mengerti.
Kau tak akan memahami setiap saat pesan serupaÂ
terlontarkan bahkan untuk berkali-kali.
Tiap bait-bait sajak ini punÂ
kau tak perduli.
Ini bukan tentang matahari ataupun awan
bukan juga tentang pantulan-pantulan cahaya yang membias.
Tetapi ini tentang indahmu yang serupa dengan itu
aku Menyukai Mu Namun Kamu Tak Perlu Tahu Itu.
-Syaf2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H