Mohon tunggu...
Muksin
Muksin Mohon Tunggu... Freelancer - Fresh-graduate

Talent Ready!

Selanjutnya

Tutup

Nature

Analisis Kebijakan Pengelolaan Lahan Basah untuk Pencegahan Kebakaran Hutan dan Lahan di Sumatera Selatan

3 Desember 2019   07:00 Diperbarui: 3 Desember 2019   07:39 507
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ringkasan Eksekutif

Bermunculnya perusahaan industri perkebunan kelapa sawit dan produsen kertas menjadi salah satu faktor dari sistem pengelolaan dan pemanfaatan lahan basah yang kritis. Pengelolaan dan pemanfaatan lahan basah harus ditata kelola dengan semaksimal mungkin untuk penjagaan, kelestarian dan keberlangsungan lingkungan hidup. 

Selain masyarakat sipil yang menjadi sumber daya manusia dalam penjagaan lahan, pihak swasta dan pemerintah memiliki peranan penting dalam mewujudkan terjalannya kebijakan yang adil, efektif dan transparan. Pengelolaan lahan diberikan pada pihak swasta untuk memegang peranan penting dalam pemanfaatannya. 

Indonesia belum memiliki kebijakan dalam pengelolaan lahan basah yang spesifik dan terfokuskan. Kebakaran hutan dan lahan yang tidak diatasi dengan semaksimal mungkin dalam pencegahan dan penangananya memiliki risiko kerusakan lingkungan yang lebih besar kedepannya. 

Selain itu juga, status kesehatan masyarakat sipil termasuk pihak swasta dan pemerintah akan menjadi terancam. Pada tahapan pencegahan dan penanganan kebakaran lahan, perlu adanya regulasi dan birokrasi tentang kebijakan dalam pengelolaan lahan basah yang jelas dan terencana.

Pernyataan Kunci : Kebijakan, Lahan Basah, Kebakaran dan Sumatera Selatan

Pendahuluan

Dalam dokumen Grand Design Pencegahan Kebakaran Hutan, Kebun dan Lahan yang dikeluarkan oleh Bappenas, dijelaskan dalam 15 tahun terakhir, dari tahun 2000 sampai dengan 2015, puncak titik hotspot melebihi 15.000 terjadi pada tahun 2002, 2004, 2006, 2009, 2014 dan 2015. 

Kebakaran tersebut terjadi baik di dalam konsensi maupun di luar konsensi. Rata-rata titik panas selama periode tersebut 45% terdapat di wilayah konsensi dengan rincian 4% di areal Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dalam Hutan Alam (IUPHHK-HA), 23% di areal IUPHHK Hutan Tanaman Industri, sebesar 16% di areal kebun kelapa sawit (KKS) dan 2% diareal tumpang tindih. Adapun luas total kebakara dalam periode 2000 sampai dengan 2015 mencapai 101.791.661 hektar yang terjadi 34% dalam konsensi dan 66% di luar konsensi (Bappenas, 2016 : Budiningsih, 2017)

Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada tahun 2016 kebakaran hutan dan lahan di Indonesia seluas 14.604,84 hektar (KLHK, 2016 : Budiningsih, 2017). 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun