Mampu menahan dan mengendalikan diri dari segala sesuatu yang tidak baik dalam kehidupan. Tentunya.
Korupsi dan aneka rupa kemaksiatan duniawi, iya toh. Akibat dari tidak mampu untuk menjaga diri dalam arti kendali diri pada kita.
Kejujuran
Selain pengendalian diri diatas. Puasa juga secara tidak langsung menunjukan nilai sportifitas dari sebuah kejujuran dalam menjalankan ibadah puasa.
Bahwa kita bisa jujur. Tidak perlu pujian ataupun sebuah pengakuan dari orang lain. Agar dianggap berpuasa.
Dan hanya berharap kepadaNya, berserah diri dalam menilai tentang keabsahan puasa kita.
Dalam hal ini tidak ada siapapun yang bisa menerka-nerka tentang puasa kita. Berprasangka, apakah berpuasa atau tidaknya kita. Iya kan. Â Hanya kita sendiri dan kepadaNya.
Oleh karena itu, kita pun bisa berbuat curang, untuk menipu penilaian orang lain dengan berpura-pura berpuasa. Biar dianggap sedang menjalankan puasa.
Tapi dalam ini, justru kita tidak mau untuk melakukannya. Berbuat kecurangan.
Tanpa disadari rasa takut ini, merupakan titik nilai kejujuran yang diajarkan dalam puasa. Meski waktu dan kesempatan jelas terbuka lebar bagi kita untuk bisa melakukannya.
Rasa takut lahir dari dorongan spiritual yang mengarahkan kita untuk tidak berbuat curang. Yakni kehadiran Tuhan yang selalu ada dan memgawasi semua tindak tanduk manusia. Tidak luput dari pantauanNya.