SARA DAN POLITIK PERSUASIF
Mencuatnya unsur SARA, tranfomasi nyata dari perwujudan wajah dari politik identitas. Ketika suku, agama, ras, dan antar golongan menjadi citra 'identitas' politik. Seperti adanya labelisasi parpol yang diinisiasikan dari kelompok tertentu.
Konotasi politik ini memainkan bermacam simbol sensitif atau label demi tujuan atau aspek mewakili sub massa, kepanjangtanganan suara tertentu.Â
Simbol tertentu bisa menjadi label nama berdaya magis. Citra positif, upaya meraih tujuan dan langka taktis untuk mempengaruhi simpati publik. Identitas SARA bisa digunakan dan dimanfaatkan.
Untuk membangun stigma politik, mencari masa pendukung, dan media jitu berpolitik dengan cara negatif yakni memantik ke-egosentrisan di masyarakat.Â
Unsur suku, agama, ras, dan antar golongan, domain sensitif yang rentan dan riskan dimainkan. Demi menoreh keuntungan, dan tercapainya sebuah tujuan.Â
Tanpa melihat efect domino yang bakal terjadi, menghantui perjalanan demokrasi tanah air. Segala daya dan upaya perpolitikan, kanal SARA pun dijalankan. Ironi.
Munculnya politik identitas tidak terlepas dari aroma SARA yang dihembus, diracik, sebagai bumbu makanan yang digendangkan dalam narasi politik keberpihakan. Melalui perantara simbol dan pelabelan.Â
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H