Agenda pemilu serentak, sepaket/barengan dengan pelaksanaan pilkada dan pileg tingkat daerah, secara tak langsung menarik perhatian. Mestinya jadi sorotan parpol dan elit pusat. Berkoalisi demi capres.
Asumsi subyektif, koalisi yang terjalin di tingkat nasional bisa saja terjadi berbeda koalisinya di tingkat daerah, koalisi dalam pengusungan bakal calon kepala daerah.
Koalisi pilpres tidak sehaluan dengan koalisi yang terjalin di pilkada. Bahkan bisa terjadi lawan menjadi kawan dalam berkoalisi.
Alhasil, gambaran dari dinamika politik yang mungkin berbeda ini. Tingkat sosialisasi dan promosi berbenturan, juru kampanye pusat dan daerah 'berseberangan'.Â
Garis intruksi tak satu arah karena berbeda motif dan tujuan, mempengaruhi paketan yang akan digaungkan. Kampanye di daerah, pastinya lebih menjajakan jagoannya di daerah ketimbang jagoan yang berada di pusat.Â
Disamping masih kentalnya pemahaman sempit pemilih, tahun politik ajang masyarakat jual mahal, kesempatan mengambil moment dan keuntungan dari para bakal calon. Khusus pilkada dan calon wakil rakyat tingkat daerah.
Bukan rahasia umum, istilah serangan fajar, kejar Shubuh, amplop Merah melekat pada setiap pilkda dan pileg tingkat daerah di masyarakat menjelang hari H.Â
Sedangkan pada pilpres, miris dan sungguh ironis, kagak dapat apa-apa setiap pemilu.
Latar parpol pendukung di pilpres dan pilkada yang tidak sama dalam agenda pemilu serentak 2024, menarik disimak dan juga untuk dicermati. Jangan sampai koalisi pusat dan daerah, berlawanan. Hingga mempengaruhi daya tarik jagoan dalam kacamata pemilih.
Lantas, isu koalisi di pilkada monggo tuk dipertimbangkan, timbangan saat menjalin koalisi pada tataran tingkat elit. Kan sebaran pemilih ada disetiap daerah..
Bukan Nasdem tapi Golkar yang Diwaspadai PDIP