Dalam artian kadar kognitif merupakan filter dan perisai untuk membedakan mana informasi diragukan akan kebenarannya.Â
Bermanfaat atau tidak, sesuai fakta atau palsu (bohong). Pendeknya, tidak menelan secara mentah-mentah apapun informasi yang berseliweran. Apalagi mudah sekali terhasud dan baperan...Â
Tulisan merupakan komunikasi yang sangat efektif dan efisien selain bahasa verbal melalui bahasa lisan. Efektif dan efisien dalam membagikan dan menyampaikan ide/gagasan, saran dan juga mengkritik.Â
Sing penting mengkritisi bertujuan baik, demi kepentingan bersama iya kan, dan ada solusinya...Â
Contohnya dengan kehadiran media sosial dan beragam fitur (aplikasi) saat ini. Jelas mempermudah dan mendukung setiap orang dalam membagikan beragam status berbentuk tulisan ke ranah publik.Â
Dengan perkembangan era digitalisasi seharusnya sarana yang positif dalam membumikan semangat literasi yang baik. Sangat mendukung seseorang bebas berliterasi, membangun paradigma plural menuju peradaban humanis.Â
Mengambil judul film Warkop DKI, Maju Kena Mundur Kena. Kemajuan teknologi dan semangat berliterasi 'bak pisau bermata dua". Manakah posisi mu, menjadi penulis yang bijak atau menjadi pembaca yang mudah terhasud. Hehehe...
Sama hal yang terdapat dalam unsur ilmu komunikasi. Penulis adalah komunikator, pembaca adalah komunikan. Yang ditulis adalah pesan yang disampaikan.Â
Sedang timbal balik adalah efect (umpan balik) yang pastinya menimbulkan perbedaan antara penulis dengan pembaca.Â
Nah, kembali pada judul 'bebas nulis tapi tidak bebas publish' catatan menarik versi awamologi penulis setelah mengikuti belajar tulis pekan yang lalu. Khususnya pribadi dalam menulis.Â
Begitupun dengan pembaca. Pembaca diharapkan juga bijak dan cerdas dalam menyikapi apapun tulisan yang dibaca, tidak menelan bulat---bulat informasi yang terdapat pada tulisan. Mampu membeda mana yang baik dan buruk dari sumber informasi tersebut.Â