Saat tulisan di publish, maka penulis bisa dianggap tiada (mati) di mata pembaca...Â
Istilah di atas, penulis kutip setelah mengikuti kegiatan 'belajar tulis menulis'Â pada Minggu yang lalu, salam pengantar dari pemateri yang syarat dengan ajakan moral kepada kami (peserta) dalam hal tulis menulis.Â
Baik hanya sekedar update status biasa, artikel ilmiah di kanal media massa ataupun di media sosial milik pribadi. Timbang rasa dan timbang pikir, koridor saat mempublish, melihat sisi manfaat atau mudharat bagi pembaca.Â
"Ketika mempublish tulisan ke ranah publik, maka pembaca bebas menilai dan memahami konteks yang sebenarnya dari penulis. Yang terkadang bertolak belakang dari apa yang dimaksud. Tujuan dan hakikat mengapa tulisan tersebut di publish. Maka, saat itulah penulis dianggap tiada di mata pembaca."Â
Pada posisi ini, publik adalah penikmat/pembaca juga sebagai pengamat, bebas dalam mengartikan sebuah tulisan, berbeda dalam hal mencerna dan juga menelaah kandungan pesan yang ada.Â
Kaca mata pembaca (publik) seringkali tak sehaluan dari keinginan penulis itu sendiri, maksud sesungguhnya yang disampaikan ke khalayak oleh pembuatnya.Â
Apa yang diharapkan dan dimaksud bisa saja ditanggapi secara berlainan (berbeda) di mata para pembaca. Sudut pandang berbeda dalam menilai, mencerna dan juga menelaah tulisan. Istilah tafsir dan taksir dari pembaca.Â
Hal ini tentunya erat dipengaruhi oleh tingkat ilmu dan pengetahuan yang dimiliki seseorang dalam memahami sebuah konteks bacaan.Â
Memberi warna dan rupa bersifat subyektif ketika membaca objek yakni isi tulisan.Â
Sehingga ada yang dapat menangkap kandungan (makna) dari tulisan dan juga berbeda memahami isi yang dibagikan penulis. Baik yang tersurat atau yang bersifat tersirat.Â