Mohon tunggu...
Ibra Alfaroug
Ibra Alfaroug Mohon Tunggu... Petani - Dikenal Sebagai Negara Agraris, Namun Dunia Tani Kita Masih Saja Ironis

Buruh Tani (Buruh + Tani) di Tanah Milik Sendiri

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Dilematis Parpol dan Bakal Calon Presiden di Mata Publik

13 Juni 2022   12:46 Diperbarui: 13 Juni 2022   21:15 1075
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Rangkaian foto lukisan para presiden Republik Indonesia tergambar di sebuah tembok di kawasan Cipondoh, Tangerang, Banten, Rabu (18/8/2021). (Foto: KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN)

Meski belum resmi diumumkan KPU nama-nama yang akan menjadi bakal calon presiden dan calon wakil presiden pada pemilu 2024. Namun deretan nama populer dilayar kaca, sudah digadang-gadangkan bakal maju sebagai bakal calon, ramai diperbincangkan. 

Dari nominator ketua umum parpol, kepala daerah, DPR, militer, menteri, bahkan tokoh publik figure berpotensi menjadi nominasi dalam kontestasi akbar demokrasi, bursa kandidat capres 2024. Background prefesional atau kalangan politikus parpol.

Menariknya, potensi besar yang dimiliki bakal calon baik secara personal atau profesional meski dihadapkan pada kebijakan atau ketentuan dalam perundang-undangan. Yakni maju sebagai capres mestinya mendapatkan dukungan dari partai politik.

Seandainya tanpa ada dukungan (perahu) parpol sudah jelas tidak bisa maju menjadi sebagai kontestan. Pasalnya aturan dalam pilpres tentunya berbeda dengan aturan dalam pilkada, tidak diperkenankan jalur independent dalam pencalonan.

Disamping terkendala dengan sebuah kebijakan presidential threshold 20 % prasyarat pengajuan calon presiden yang merugikan parpol. Karena tidak ada satupun parpol pada pemilu 2019 yang mencapai angka tersebut.

Seperti PDI-P misalnya, sebagai partai pemenang dipemilu kemarin hanya mampu mendapatkan suara parlement 19,33%. Artinya PDI Perjuangan juga terkendala dengan aturan presidential threshold 20 %.

Keniscayaan berkoalisi pada pemilu 2024, adalah solusi untuk berkompetisi dalam pilpres. Atau adanya perubahan aturan yang dibuat baru merubah aturan lama dengan menurunkan angka partisipan parpol dengan calon dibawah angak 20% sebagai prasyarat, bisa saja terjadi kan.

Pada konteks lain, kemungkinan besar bagi setiap parpol dihadapkan keniscayaan ini, tidak bisa maju sendiri tanpa ada teman dari parpol lain. Meski hanya berkoalisi dengan satu partai yang perolehan suara 4%. Kalau ingin mengajukan calon presiden dipemilu 2024 mendatang.

Kemungkinan lainnya, bagi partai yang perolehan suara pada pemilu 2019 dengan angka 4% lebih menjadi ajang kesempatan untuk bersikap jual mahal kepada partai besar yang digaungkan akan mengusung kandidat dari mereka sendiri.

Sisi lain, reaksi gabungan dari partai kecil membentuk koalisi sendiri akan menjadi tantangan serius atau antisipatif partai besar. Koalisi antar partai kecil dapat mengusung bakal calon sendiri, jadi capres penantang.

Noted partai besar yang tetap memaksakan diri dalam mencalonkan kader atau sang jagoan tanpa melihat dari animo/simpati publik, bisa jadi blunder besar dalam pilpres nantinya. Karena salah usung calon presiden.

Nah, hal ini menjadi kesempatan bagi koalisi partai kecil, koalisi yang telah terbentuk kemarin, atau parpol silent reader yang kini masih bermain sunyi dari hiruk pikuk monuver politik.

Yang masih mengamati kondisi, dan masih memilah dan memilih kandidat yang bakal diusung serta kemana arah kiblat partai akan berkoalisi. Kepada parpol manakah keputusan akan merapat.

Maka tak heran untuk partai-partai tertentu, belum berani secara terang-terangan mengumumkan bakal calon jagoan. Sedangkan untuk partai lain sudah berani vulgar menyampaikan calon-calonnya, bisa jadi trik memancing atau mengertak Harimau agar keluar dari sarangnya.

Dimaklumi kelumrahan dari berkoalisi. Bagi parpol proyeksi keuntungan adalah inti dalam berkoalisi, proyeksi seberapa besar persentase kemenangan. Maka jika proyeksi kemenangan adalah tujuan, besar dimungkinkan berkoalisi jelas banyak pertimbangan terhadap sosok jagoan yang jadi bakal calon.

Menariknya dari figur-figur yang kharismatik, punya potensi namun tak memiliki massa partai. Punya partai namun tidak punya nilai jual, masih rendahnya tingkat popularitas, integritas dan kapabilitas yang dikenal oleh publik.

Dan punya partai dikenal oleh publik, tapi tingkat respect pemilih telah menurun. Seperti kekecewaan para pemilih fanatis yang dipemilu sebelumnya terkenal heroik.

Karena jagoan masuk pada barisan koalisi dari calon rival pilpres kemarin. Tidak berdiri pada posisi partai oposan.

Imbasnya dipemilu mendatang, suara-suara sumbang dari massa kecewa dimungkin akan pindah haluan pada calon baru yang dianggap potensial.

Sebaliknya, ada figur tertentu yang dalam debut politiknya didukung basis suara militan ormas atau kelompok garis keras, mesti dihadapkan stempel publik yang lekat pada dirinya.

Sehingga kekhawatiran infiltarsi massa dahulunya bisa menjadi kendala untuk maju, karena tidak semua rakyat pro dan cendrung kontra akan sepak terjang kelompok ini, membuat sang bakal calon kurang diharapkan oleh publik.

Bagi parpol jelas mengkalkulasi pertimbangan ini, membaca peta politik. Yang nantinya mempengaruhi pemilu 2024 karena salah usung dan salah menetukan mitra dalam berkoalisi.

Hal ini cukup menarik, buat Prabowo, Ganjar, Anis, dan Puan Maharani. Yang dinominasikan kandidat kuat yang berpotensi dalam pemilu 2024.

Menakar peluang keterpilihan di pilpres tentunya PR bagi partai dan bakal calon untuk seksama melihat realita yang sedanh berkembang.

Point penting mengutip pesan Bapak Jokowi ojo kesusu ya kan.

Salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun