Mohon tunggu...
Ibra Alfaroug
Ibra Alfaroug Mohon Tunggu... Petani - Dikenal Sebagai Negara Agraris, Namun Dunia Tani Kita Masih Saja Ironis

Buruh Tani (Buruh + Tani) di Tanah Milik Sendiri

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Dilematis Parpol dan Bakal Calon Presiden di Mata Publik

13 Juni 2022   12:46 Diperbarui: 13 Juni 2022   21:15 1075
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Rangkaian foto lukisan para presiden Republik Indonesia tergambar di sebuah tembok di kawasan Cipondoh, Tangerang, Banten, Rabu (18/8/2021). (Foto: KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN)

Noted partai besar yang tetap memaksakan diri dalam mencalonkan kader atau sang jagoan tanpa melihat dari animo/simpati publik, bisa jadi blunder besar dalam pilpres nantinya. Karena salah usung calon presiden.

Nah, hal ini menjadi kesempatan bagi koalisi partai kecil, koalisi yang telah terbentuk kemarin, atau parpol silent reader yang kini masih bermain sunyi dari hiruk pikuk monuver politik.

Yang masih mengamati kondisi, dan masih memilah dan memilih kandidat yang bakal diusung serta kemana arah kiblat partai akan berkoalisi. Kepada parpol manakah keputusan akan merapat.

Maka tak heran untuk partai-partai tertentu, belum berani secara terang-terangan mengumumkan bakal calon jagoan. Sedangkan untuk partai lain sudah berani vulgar menyampaikan calon-calonnya, bisa jadi trik memancing atau mengertak Harimau agar keluar dari sarangnya.

Dimaklumi kelumrahan dari berkoalisi. Bagi parpol proyeksi keuntungan adalah inti dalam berkoalisi, proyeksi seberapa besar persentase kemenangan. Maka jika proyeksi kemenangan adalah tujuan, besar dimungkinkan berkoalisi jelas banyak pertimbangan terhadap sosok jagoan yang jadi bakal calon.

Menariknya dari figur-figur yang kharismatik, punya potensi namun tak memiliki massa partai. Punya partai namun tidak punya nilai jual, masih rendahnya tingkat popularitas, integritas dan kapabilitas yang dikenal oleh publik.

Dan punya partai dikenal oleh publik, tapi tingkat respect pemilih telah menurun. Seperti kekecewaan para pemilih fanatis yang dipemilu sebelumnya terkenal heroik.

Karena jagoan masuk pada barisan koalisi dari calon rival pilpres kemarin. Tidak berdiri pada posisi partai oposan.

Imbasnya dipemilu mendatang, suara-suara sumbang dari massa kecewa dimungkin akan pindah haluan pada calon baru yang dianggap potensial.

Sebaliknya, ada figur tertentu yang dalam debut politiknya didukung basis suara militan ormas atau kelompok garis keras, mesti dihadapkan stempel publik yang lekat pada dirinya.

Sehingga kekhawatiran infiltarsi massa dahulunya bisa menjadi kendala untuk maju, karena tidak semua rakyat pro dan cendrung kontra akan sepak terjang kelompok ini, membuat sang bakal calon kurang diharapkan oleh publik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun