Lalu selektif menetukan kader yang bakal maju dengan menunjukan orang-orang yang benar-benar pada layak atas nama parpol berkelas.
Bukan hanya atas dasar menang kalah sebagai titik akhir tujuan, tapi niat untuk perubahan yang selalu digaungkan setiap pemilu.
Jangan sampai parpol diasumsikan sebagai salah satu indikator dari centang prenang negara selama ini. Dari elit parpol yang syarat akan kepentingan pribadi dan kelompok semata.
Yang rentan menjalankan politik transaksional, menghalalkan segala cara apapun. Selain masih belum mleknya pemilih tentang apa itu dunia politik?
Karena kesalahan dalam menempatkan atau mencalonkan keterwakilan parpol dari orang-orang yang tidak diharapkan untuk kemajuan merah putih.Â
Hanya demi lolos kebijakan ambang batas semata. Untuk menduduki kursi dalam lingkaran eksekutif, legislatif, dan yudikatif belaka. Rakyat pun dilupakan dari janji-janji kampanye mereka.
Nah kembali pada wejangan awal, judul yang penilis aggit pada artikel kali menurut pandangan subyektif penulis.Â
Penyerdehanaan pemilu bukan berati menghilangkan sebuah tahapan, melangkahi proses yang ada tapi menyerdehanakan pada tataran mudah dipahami, Â anti ribet iya kan.
Memudahkan panitia dari tetek bengek yang memusingkan kepala, harus bergadang semalam suntuk dari banyaknya kertas suara yang bertumpuk dan berserakan.
Berdasarkan kejadian setiap pemilu yang paling memusingkan kepala adalah saat mulai perhitungan.
Khususnya pemilihan calon legislatif yang lembaran kertasnya selebar apa? Membuat pusing kepala pemilih yang pemula dan orangtua yang indera penglihatan pada tidak baik lagi.