Manusia adalah makhluk sosial, tidak bisa hidup tanpa bantuan dari orang lain. (pesan dari orang bijak)
Hidup sudah tentu tidak terlepas dari interaksi antar sesama dalam hidup, dari kegiatan duka maupun suka dalam bermasyarakat.Â
Dari acara hajatan/suka hingga acara musibah/bencana/duka pun penting untuk diperhatikan.
Yakni keikutan kita di masyarakat loh. Ciri khas ini menjadi keharusan khususnya dilingkungan sekitar kita.Â
Maka tidak heran kelaziman di masyarakat ini, kita diharapkan pandai-pandai tuk bergaul antar sesama. Berbuat kebajikan antar sesama.
Karena berdasarkan pengalaman dan pengamatan tempat tinggal penulis, cara hidup bersosial besar dimungkinkan ada timbal baliknya. Cermin kepribadian kita, kata teman.
Kehidupan sosial kita di masyarakat rentan mempengaruhi rasa simpati dan empati orang lain terhadap kita.
Apabila kita bersikap acuh tak acuh, maka dipastikan kita juga akan merasakan dampak apa yang kita perbuat, akan diacuhkan oleh masyarakat.
Jika kita jarang bahkan tak pernah ikut sama sekali berbagai kegiatan yang terjadi dilingkungan sekitar kita. Nah, masyarakat pun enggan juga loh, ikut serta membantu apapun kegiatan kita.Â
Jangan kan untuk untuk membantu langsung, sekedar bertanya pun serasa enggan, kurang respect gitu. Disyukuri dan disumpahi bisa saja disematkan kepada kita, sudah pasti.
"Sepi banget ya acara hajatan di rumah Pak Umar. Timpal Asep. Acara besar namun masyarakatnya oggah loh ikut meramaikannya. Yang datang pun pada malas ikut membantu si ahli rumah. Padahal acaranya besar-besaran loh, Din."
"Ya Sep, kagak asyik. Jawab Udin. Tu Sep, loe tahu kan si Pak Umar kan. Ini bisa terjadi tidak terlepas dari Pak Umarnya sendiri, yang mana kurang pandai bergaul dan jarang ikut di komplek kita, kan."
"acara kematian kagak hadir, diundang pada acara hajatan kagak mau datang, gotong royong kagak mau ikut, tetangga musibah oggah dikunjungi, jadi wajar deh masyarakat kagak mau bantu. Sanksi masyarat tu Sep. Hehe.."
Kembali pada judul artikel " Bertamu ingat hal ini loh? Penulis cuma ingin berbagi tulisan receh bin picisan sesama kompasianer kali ini.
Yaitu etika bertamu yang terkadang niatnya baik namun yang kita lakukan justru memberikan persoalan lain bagi orang lain. Menganggu misalnya.
Lihat gelagat (gerak-gerik) sang ahli rumah, jika kita bertamu;
1). Lihat titik fokus mata dan gestur tubuhnya, bila titik fokus lebih tertuju pada obyek yang lain. Berarti mereka mulai jenuh atau terganggu akan kehadiran kita.
2). Lihat cara bicaranya, lebih banyak diam hanya sebagai pendengar saja. Kurang merespon atau berpendapat. Tertawa pun seakan dipaksakan.
3). Lihat kesibukannya. Kegiatan apa yang sedang ia lakukan dan akan lakukan.
4). Lihat raut wajahnya. Bisa saja ia sedang banyak permasalahan.
5). Lihat waktu bertamu, mungkin si dia sedang beristirahat. Sedang berembuk keluarga, sakit, atau lainnya.
Jadi sebagai tamu yang baik, prihal penting tuk kita perhatikan loh. Jangan sampai karena kita bertamu, teman/keluarga/tetangga jadi terganggu.Â
Begitupun etika jika ada orang bertamu dengan kita, ada juga etia/adab;
1). Jangan mendominasi obrolan, seakan tamu jadi pendengar saja.
2). Â Jangan sibuk dengan kegiatan kita sendiri sehingga lupa kehadiran sang tamu.Â
3). Jangan menanyakan langsung tujuan sang tamu, karena bisa saja tersinggung loh. Loe mau utangkan, misalnya.
4). Jangan menahan-nahan sang tamu jika ingin pamit  meranjak pergi (pulang). Dan sebagainya.
Karena sebagai bangsa yang dikenal sebagai bangsa yang ramah, tolerans, dan sangat menghormati orang lain merupakan karakteristik bangsa kita.
Bentuk keramahan ini salah satu adab bersilarurahim, juga mesti ada caranya dimasyarakat. Penting juga dilestarikan dan dipertimbangkan, ya kan. Supaya sama-sama saling mengerti...hehe
Karena rajin bersilarurahim banyak juga manfaatnya yang dapat kita petik. Asalkan tahu adabnya.
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H