Contoh kasus dari pengakuan selebritis yang pernah dapat cibiran ketika aktingnya di film dan sinetron, berperan antagonis. Namun ketika berada tempat umum diperlakukan buruk oleh publik, padahal hanya peran loh. Tapi bagi publik lain cerita, ini fakta. Apalagi kejadian yang sebenarnya, akh abisslah diamuk massa.
Disamping itu berlarut-larutnya rasa benci kepada individu tertentu meluas sasarannya juga tidak bagus. Rasa tidak suka kepada seseorang tidak mesti membawah keluarga, etnis, agama, domisili tertentu jadi sasaran kebencian.
Dan kedewasaan cara pandang juga mesti seobjektif mungkin. Pendek kata manusia juga bisa berubah, belajar dari kesalahan untuk berubah menjadi pribadi baik.Â
Maka menjudge sepanjang hayat atas kekhilafan yang pernah seseorang lakukan juga tidak bagus. Kecuali jika tobat yang ia lakukan adalah tobat sambal, sobat. Berubah sesaat namun seiring waktu berbuat tercelah kembali, nah pribadi yang  seperti mesti tak hajar sampai modar nih orang hehe..
Lucunya di Negeri parodi, terseret kasus narkoba bisa jadi duta narkoba, tersandung kasus penistaan NKRI bisa jadi duta pancasila, terciduk kasus yang memalukan bisa jadi duta pariwisata, haduhhh, gimana nih  rek? Entar menghina Tuhan bisa jadi duta surga, mencaci presiden jadi jubirnya presiden entahlah.
Lalu apa hubungan cancel culture 'boikot' sebagai kekuatan gerakan massa?
Era digital sekarang, dunia media sosial adalah ajang publis dan bersosialita siapapun itu. Baik kalangan artis, politikus, publik figure maupun rakyat biasa terlibat didalamnya.
Dengan akses informasi tanpa batas, koneksi jejaring, letusan kebencian seringkali kali memanfaatkan media sosial. Pro dan kontra kerap muncul dalam setiap aktivitas jejaring.Â
Cancel culture era digital lebih dahsyat dari mobilisasi massa secara unjuk rasa jalanan bukan.Â
Hadirnya buzzer, hoakers, bisa menjadi sumbu provokatif menciptakan opini massa tuk bergerak, yang mampu menyerang sasaran yang akan dituju. Rival politik atau kompetitor bisnis misalnya.
Maka tak heran pengalangan massa dimedia sosial acap kali munculnya netizen barbar. Akibat peran media sosial yang ditunggangi kepentingan segelintir orang. Serta masih rendahnya daya filter masyarakat dalam bersikap dan menyikapi seliweran kontens yang bertebaran.