Ragam tata cara merupakan kelumrahan berpolitik. Untuk menciptkan persepsi, menggiring opini dan membangun opini baik dimata publik.Â
Skenario apapun biasa dilakukan. Dari berpakaian warna putih atau hitam, hingga berpakaian yang susah untuk dibedahkan.
Antara membedahkan warna hitam atau putih. Campuran dua warna, warna keabu-abuan. Salah atau benar sing penting menang atau kalah, hakikat berpolitik.
Ini contoh kecil dari skenario dimainkan. Selain seputar cerita baliho Puan. Cerita Ganjar, Anis hingga kudeta Demokrat. Peristiwa menarik dari dinamika sudut pandang kacamata politik.
Bukan sesuatu hal baru, bukan yang pertama kali skenario dijalanka. Banyak bila bicara soal geliat politik.Â
Jauh-jauh hari sering kali dilakukan. Baik pra kemerdekaan hingga sekarang, tujuan politik pasti sama. Yang jelas berbeda polesannya yang bermetamorfosa.
Indikasi perbedaan ini erat berhubungan pada perkembangan masa. Masa lalu atau sekarang yakni pada nuansa pemerintahan yang bekembang.Â
Orla, Orba, Reformasi. Plus teknologi, media. Media yang digunakan dalam berpolitik. Kekuatan akses media massa dalam menjaring simpati publik.
Point penting pasca perubahan era, arus informasi dan komunikasi teknologi. Selain perahu, simpatisan atau nutrisi finansial.Â
Jadi bermain diksi politis via media massa bukan hal baru dan asing untuk sekarang. Keharusan membangun 'personal branding' bagi parpol dan politikus.
Khususnya menarik puluhan juta suara pemilih generasi mileneal. Yang erat dengan kedekatan mereka pada era digital.