Namun naas yang terjadi justru api bukan hanya membakar si Tikus, tapi merayap kemana-mana dan membakar semuanya. Termasuk tiga Ekor Ayam Kampung, Lima Ekor Kambing dan seisi pondok. Jadi ikut hangus terpanggang menjadi arang.
Fulan tertunduk layu melihat semua yang telah terjadi hangus terbakar bersama puing pondok yang telah menjadi arang .Â
Akibat Tikus seekor justru membakar segalanya. Sungguh bodoh, gumam Fulan.
Berbeda dengan Bedul dalam menangani hama Tikus dilahannya. Ia pun menggunakan berbagai cara, dari racun Tikus, memasang perangkap Tikus, mencari lobang persembunyian Tikus lalu menutup lobang tersebut. Serta menggunakan Anjing untuk memburuhnya.Â
Selain itu ia juga telah lama membiarkan binatang pemangsa Tikus seperti Ular dan Burung Elang hidup dilahannya supaya siklus rantai makanam makhluk hidup tetap berjalan. Menjalani pesan gru sewaktu sekolah dulu, menjaga habot dan ekosistem alam, alam pun bisa menciotakan alamnya sendiri.
Dan pada akhirnya Sang Bedul dapat memetik hasil panen, walau hanya sedikit karena hama Tikus yang menggila ditahun ini. Berbeda dengan Fulan. Semoga musim padi selanjutnya tidak seperti kita alami, Doa Fulan dan Bedul.
SALAM
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H