Mohon tunggu...
Ibra Alfaroug
Ibra Alfaroug Mohon Tunggu... Petani - Dikenal Sebagai Negara Agraris, Namun Dunia Tani Kita Masih Saja Ironis

Buruh Tani (Buruh + Tani) di Tanah Milik Sendiri

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Petani Kopi, Yuk Tumpangsari di Lahan Kita

7 April 2021   15:51 Diperbarui: 7 April 2021   20:10 307
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Keluh Kesah Menjadi Petani

Bekerja apapun pada dasarnya kembali kepada orang yang bersangkutan yang melakukan pekerjaan. Jika ingin mendapatkan hasil yang terbaik dan memuaskan maka individu itu sendiri yang mesti menciptakannya. Mustahil, ingin mendapatkan hasil yang baik tanpa individu itu mau untuk melakukannya.

Orang lain mungkin hanya pada tataran eksternal yakni sebagai pendorong buat orang berani berspekulasi. Pendek kata sebagai stimulus dalam menggugah rasa pada internal individu itu sendiri. Seperti tempat meminta pendapat dan bertanya apa yang tidak diketahui.

Dalam dunia pertanian yang kanal dengan bercocok tanam juga tidak menapikan keadaan ini, yakni perlu mendapati stimulus/pendapat dari orang lain. Namun kembali kepada bersangkutan untuk mengeksekusi dari masukan orang lain tersebut. Sharing dengan petani lain, sumbangsih ide kreatif dunia tani. sehingga memberikan kontribusi positif, saling berbagi informasi yang bermanfaat.

Karena bekerja menjadi petani adalah sebuah pilihan, maka kesiapan menerima konsekuensi atau resiko bertani mesti dihadapi dan diantisipasi. Hal ini didasari bahwa menjadi petani selalu dihadapkan dua hal yang lazim terjadi, untung atau rugi. Permasalahan yang kerap melanda bagi petani, semoga decision maker melirik dong nasib para petani.

Adapun  yang rentan menjadi permasalah paling utama yang sering petani hadapi antara lain;
Kepastian Harga

Fluktuasi harga yang tidak menentu terkadang membuat kerugian besar dari hasil panen yang dialami oleh petani. Sehingga biaya besar dalam pengelolahan lahan pertanian, tidak seimbang dengan jerih payah yang dilakukan. Baik secara materil maupun non materil.  Petani disetiap daerah sering mengalami hal ini, pokoknya gigit jari pasca panen.

Harga cabe turun, tomat murah, dan hasil pertanian lain diluar kewajaran. Membuat miris dan menangis bagi petani. Dengan ketidakseimbangan anatara harga dengan pengorbanan, harga dengan kebutuhan hidup yang selalu naik. 

Seperti adanya aksi petani dibeberapa daerah yang melakukan aksi buang tomat dijalanan, unjuk rasa ke pemerintah daerah. Berita mengharukan. karena diinisiasikan kepastian harga yang tak pro petani, loh.

Pemasaran

Barang berlimpah namun tempat memasarkan hasil panen yang tidak menentu/kurang bersahabat. Adapun tempat yang membeli hasil pertanian kebanyakan dilakukan para calo/toke, dengan tawaran yang kurang berpihak pada petani. Ya mau gimana, mau atau tidak mau daripada hasil pada sia-sia menjadi percuma terpaksa deh harus dijual. akhirnya, menelan kerugian. 

Tak jarang menjadi sampah yang bertumpuk dipembuangan, Ironis! Belum ada tempat pemasaran hasil bumi yang membeli, jadi mau dikemanakan. Mencoba bercococktanam mesti berpikir dua kali, dampak kerugian. Dibeli nggak ya, mau dikemanain ni barang, timpal petani. Untuk kasus pemasaran ini mesti dipertimbangkan bapak/ibu pemerintah, tuk membuka kran pemasaran buat kami. Petani.

Disamping dua prihal diatas sejujurnya masih banyak yang ingin penulis lampiaskan dalam tulisan cengeng ini, bentuk harapan bahkan masukan. Akh, sudahlah daripada sibuk menunggu durian pada runtuh. Yups mencoba kreatifitas dilahan pertanian, dengan mencoba cara tumpangsari. Khususnya bagi petani Kopi.

pertanian.sragenkab.go.id
pertanian.sragenkab.go.id
Petani Kopi, Yups Tumpangsari dilahan Kita

Pekerjaan apapun selalu menuntut kreatifitas setiap individu. Kreatifitas justru mampu melihat peluang kedepan serta mencari alternatif sebagai solusi dari permasalahan. Petani pun tidak luput dituntut harus kreatif dalam ini. Dan tidak berlarut dalam permasalahan diatas dengan membuat terobosan-terobosan bersifat inovatif. 

Karena mayoritas daerah tempat tinggal penulis saya adalah petani Kopi. Maka terobosan yang inovatif selain dari menerapkan sambung Kopi dan kombinasi dengan usah lain,beternak atau membuka lahan sayuran. Mencoba pola tumpangsari dilahan kopi, bisa dong dilakukan. Dengan bercocoktanam jenis tumbuhan Merica/Sahang, Cabe Rawit, Pisang, Jahe dan jenis sayuran lainnya. 

Mungkin disebagian daerah telah banyak dan telah lama melakukan/menerapkan tumpangsari dilahan Kopi. Maka, bagi petani yang yang belum mencoba. Petani Kopi, Yuk Tumpangsari dilahan Kita. Untuk menambah uang penghasilan.

Pendek kata, kombinasi tanaman musiman (tahunan), Bulanan, Mingguan. Alternatif lumayan mengembirakan.

Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun