Mohon tunggu...
Ibra Alfaroug
Ibra Alfaroug Mohon Tunggu... Petani - Dikenal Sebagai Negara Agraris, Namun Dunia Tani Kita Masih Saja Ironis

Buruh Tani (Buruh + Tani) di Tanah Milik Sendiri

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menyelami Makna Hidup dari Proses Bertani

19 Maret 2021   06:40 Diperbarui: 19 Maret 2021   06:51 1106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar via cehate.com

Filosofi Bertani

Aktivitas bercocok tanam dikenal sebagai pekerjaan para petani, bergelut dengan tanah dan tanaman. Dari proses persiapan lahan pembibitan, penyemaian, penanaman, sampai dengan waktu panenan.

Tahapan panjang untuk mendapatkan hasil yang terbaik, dengan waktu, tenaga, biaya, dan pikiran dikerahkan semaksimal mungkin. Dengan harap hasil sebanding dengan usaha yang telah dilakukan.

Dari proses pengolahan yang terbilang cukup lama dalam menyita waktu ini. Petani dituntut dan dituntun sabar dan ulet demi ketercapaian hasil yang memuaskan

Apa yang kita tebar/tanam itulah yang akan kita dapati. 

Istilah yang cocok dalam hal dunia pertanian. Pemaknaan arti kata dalam menyelami arti kehidupan. Menyelami hakikat sebuah proses yang panjang dari petani ada hal yang paling mendasar mesti terpatri pada sifat manusia. Yakni jiwa sabar dan keuletan.

Pertama, Sabar. Mengapa ? Seperti diketahui, bercocok tanam memerlukan kesabaran penuh tanpa rasa sabar menunggu melewati proses yang lama, besar dimungkinan petani menuai kegagalan. 

Tidak ada proses instan dalam mengelolah pertanian. Dari proses pemilihan bibit unggul. Seleksi jenis varietas tanaman membutuhkan waktu, bukan bersifat asal-asalan.

Pilihan yang cocok dengan struktur tanah, cuaca sekitar. Serta membanding berbagai jenis bibit dilihat dari sisi kelebihan dan kekurangan jadi pertimbangan

Lalu pada tahapan penyemaian. Menyiapkan lahan, sebagai wadah bibit untuk tumbuh kembang juga jadi kajian. Sebelum dipindahkan pada lahan yang akan ditanami nanti.

Lanjut. Bibit semai yang telah cukup secara usia dan tumbuh kembang sesuai kaidah barulah ditanami pada lahan yang sudah dipersiapkan. 

Ketentuan yang sudah lazim dipahami sebelumnya penanaman, melihat kedalaman, jarak tanam, hingga berapa jumlah batang dalam satu lobang, juga diperhitungkan.

Pasca panenan. Waktu yang ditunggu-tunggu oleh petani. Jerihpayah selama ini serasa terobati dengan  hasil yang didapati melimpah ruah.

Sisi proses ini menggambarkan netapa banyak pengorbanan yang telah dilakukan, baik sisi materil maupun non materil dari petani. Yang terkadang hasil pun masih saja tidak sebanding dengan hasil? Sabar.

Kedua, ulet. Proses yang begitu lama dengan waktu yang tidak sebentar berbulan-bulan, bertahun-tahun hingga puluhan tahun, menunggu hasil tanaman.

Selain kesabaran petani dituntut selalu untuk ulet merawat tanaman yang ditanami. Seperti merawat dan menyayangi seorang anak. Anak sendiri.

Dipupuk, disirami, dibersihkan, ditunasi, diperhatikan secara kasih sayang penuh. Pemerlakuan seoptimal mungkin. Semoga tanaman dapat memberikan hasil terbaik menanggapi keinginan semua petani.

Filosofi Bertani, versi awamologi

Dari proses panjang dalam bertani. Kesabaran dan keuletan sangat urgen mesti dimiliki petani secara jiwa. Namun tak musykil bagi seluruh manusia, siapapun itu. Kuncinya sabar dan ulet, versi dunia tani dapat diaplikasikan dalam segala lini kehidupan kan.

Karena tak jarang kegagalan tidak mampu untuk ditolak, untung pun tak mampu kita capai. Memberikan makna hidup pada jiwa bagi sosok bernama manusia untuk terus berusaha dan berusaha disertai do'a padaNya.

Manusia yang tidak luput dari unsur manusiawinya. Dirundung kecewaan, pupus harap, dan riang gembira pasca panen yang berlimpah hingga lupa diri. 

Bahwa proses yang panjang segala sesuatu yang terjadi tidak hadir secara kebetulan namun terkadang berhubungan karena prilaku kita sendiri. 

Dan selalu suka kemenangan tak urung mau secara instan tanpa menjalani proses panjang yang melelahkan. Jika diresapi pasti ada kenikmatan yang bisa diambil sebagai refleksi arti kehidupan.

Pada sisi lain, bertani bergelut pada tanah, lumpur, bau rerumputan, kucuran hujan, terik matahari. Hakikat semua ini adalah analogi yang mampu ditamsilkan. 

Hukum karma alam, bahwa mencintai sesuatu dengan keikhlasan dengan memperlakukan alam secara baik, alam pun tahu membalas kebaikan manusia itu.

Kembali konteks bertani secara filosofi. Semailah kebaikan dengan niat yan baik. Tanamkan pada diri, dipupuk dan dirawat. Hati nurani akan terpancar bak tanaman subur. Suatu saat akan menghasilkan buah yang terbaik. Yakni budipekerti yang terpancar.

Yang bermanfaat berbagi kebajikan buat orang lain, karena menjadi baik adalah proses, ya seperti proses bertani. Kitalah yang menentukan, merenungi apa itu bumi (tanah) yang dipijak dan apa itu langit sebagai atap hidup ini. Entalah!

SALAM

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun