Ada apa dengan Demokrat?
Hangatnya pemberitaan media berkaitan dengan Partai Politik Demokrat yang ditandai kekisruhan internal partai besutan mantan Presiden RI Bapak Susilo Bambang Yudhono saat ini. Mengambarkan Demokrat diambang kerenggangan internal partai, hal ini tak luput dari kegaduhan dari dalam Demokrat itu sendiri, yang menuai ragam penilaian publik akan hal itu.
Pemberitaan ini tak kalah hangat bila dibandingakan dengan pemberitaan rasis Abu Janda maupun Gubernur DKI Jakarta, Bapak Anis Baswedan yang kerap dijadikan sorotan akan tindakan beliau sebagai pelaksana roda pemerintahan di ibu kota. Ataupun pernyataan Bapak Jusuf Kalla serta perkembangan isu nasional bertemakan suasana politik negeri ini, baik yang lagi viral maupun isu sekedar tayang lalu hilang bak angin semilir.Â
Serta isu politik nasional yang berhubungan akan prediksi pilpres 2024 atau pilkada DKI, mungkin saja sepak terjang Demokrat dan Bapak Anis berhubungan dengan itu menurutku.
Informasi kudeta dan upaya menggulingkan kedudukan tampuk kepemimpinan AHY,  juga menyertai isu seputar  internal partai yang berlogo bintang segitiga ini. Hal ini menimbulkan penilaian ada apa didalam parpol ini? Kok Demokrat tidak se-solid masa Pak SBY dulu, dimana masa kejayaan Demokrat sebagai parpol pengusung SBY di dua pilpres sebelumnya. Adalah fakta bukan.
Demorat di zaman keemasannya telah mengantar Bapak SBY dua kali sebagai Presiden dan menjadi partai besar seketika melampaui parpol lain bahkan partai lama bin senior pun dilampaui dimasa itu. Namun di dua kali pemilihan presiden kali ini, dengan terpilih Bapak Jokowi dua periode merupakan masa kemunduran Demokrat. Yang kini berada dalam barisan partai oposisi.
Elektabilitas Demokrat turun secara signifikan, tak ayal dipileg/pilpres kemarin Demokrat jauh secara signifikan dibawah partai Nasdem besutan Surya Paloh sebagai rival baru yang muncul melampuinya. Akhirnya, muncul stigma bahwa Demokrat kalau mau kuat harus berada dalam lingkaran penguasa yakni berdampingan dengan pemerintah.
Sejarah kelam Demokrat, dengan kasus besar yang pernah terjadi, melibat tokoh-tokoh elit partai masih j masih dapat disaksikan melalui jejak rekam digital. Sebut saja kasus megaproyek Hambalang, yang menarik Anas, Nazaruddin, Andi Malarangeng, dan yang lainnya. Hal ini membuat garis hitam partai Demokrat yang masih jelas diingat oleh publik.Â
Hal ini jelas mempengaruhi elektabilitas Partai, bisa jadi turunnya angka kursi di parlemen dalam pileg kemarin berhubungan juga dengan hal itu. Secara tak langsung menggerus rasa kepercayaan publik atas partai ini.Â
Kembali pada konteks AHY yang heboh sekarang serta adanya gunda-gulana internal Demokrat. Seakan mempertanyakan solidaritas partai itu sendiri serta adanya keinginan sebagian kelompok tuk memperbaiki eksitensi partai di panggung politik mungkin. Atau bisa jadi mereka lagi menjalankan monuver politis tuk melengserkan tampuk kepemimpinan  dibawah kuasa AHY. Atau hanya alibi, tuk mendekati parpol lain berkoalisi menuju pilpres atau pilkada DKI.
Jika dihubungkan dengan Pilpres 2024 yang terbilang masih jauh, tak masalah untuk saat ini mengevaluasi kondisi partai jauh-jauh hari bukan. Mungkin, justru persiapan menuju pilkada DKI Jakarta yang tak lama lagi akan berganti. Wajar, spekulasi politis harus dimainkan, jika tidak mau ditinggalkan. Yang mana selama ini Demokrat dianggap partai yang plin-plan dalam memberikan dukungan ke arah mana tuk berkoalisi.
Dengan jurus kemana kecendrungan angin melambai, kesitulah partai mendekat.
Bagimana Ramalan Demokrat 2024, nantinya?
Berhubungan dengan riuh prediksi Pilpres yang digendang-gendangkan. Dengan bermunculan berbagai tokoh fenomenal, Demokrat mesti pandai melihat peluang menurutku. Jangan sampai salah dalam menentukan pilihan jauh-jauh hari, berbuah kandas. Berdampak ke elektabilitas partai.
Tak apa-apa sih harus bergabung dengan parpol lain dalam berkoalisi, jikalau memberikan dampak baik buat partai. Karena apabila memaksakan diri, misalnya adanya rasa sungkan akan keinginan SBY tuk mencalonkan AHY ke pilpres berbuah tak baik.Â
Bak Pepatah lama "mengalah untuk menang".
Karena partai adalah biduk bersama, milik bersama, bukan milik perorangan. Walaupun dominasi figur tunggal dan bayang-bayang nama seseorang masih berpengaruh besar dalam kebijakan partai.
Takutnya, Demokrat 2024 semakin tenggelam, dan tak mencapai target yang dinginkan. Ya, berbenah tuk persiapan kedepan sangat penting, Bukan.
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H