Review Novel  "Angkatan Baru" Karya Buya Hamka
Haji Abdul Malik Karim Amrullah yang lebih dikenal dengan panggilan Buya Hamka. Seorang ulama dan sastrawan ternama yang pernah dimiliki bangsa ini.
Ditangan beliau telah banyak menghasil karya tulis yang  apik, salah satu karya monumentalnya bisa dibilang sebagai mahakarya, yaitu Tafsir al-Azhar yang sampai hari ini adalah satu-satunya tafsir  Al-Qur'an yang ditulis oleh ulama Melayu khusus orang Minangkabau.
Karyanya, baik fiksi maupun nonfiksi telah banyak diterbitkan, puluhan bahkan ratusan karya menggugah rasa. Yang hingga sekarang masih dapat kita nikmati. Meskipun telah berulang kali diterbit ulang, disajikan kembali kepada khalayak pembaca.
Selain ratusan judul buku berkenan dengan agama, sastra, filsafat, tasawuf, politik sejarah dan kebudayaan yang hingga saat ini masih enak untuk dibaca sebagai taman bacaan. Referensi kehidupan dan sebagai refleksi jiwa.
Bahkan salah satu karya fiksinya yaitu novelnya yang teranyar justru diangkat menjadi film layar lebar  tahun 2013 silam yakni "Tenggelamnya Kapal Van Der Wicjk". Menurutku karya fiksi ini adalah kritik sosial serta terkandung bermacam hikmah.
Salah satu novel yang ingin kusuguhkan dalam review kali ini dari koleksi pribadi khususnya novel yang aku miliki juga tak kalah menarik untuk dibaca, ditelaah hikmah cerita yang terkandung.
Yaitu novel yang berjudul "Angkatan Baru" yang konon khabarnya novel ini pertama kali diterbitkan pada tahun 1962. Tapi, novel yang aku dapati justru terbit pada tahun 2016, terbitan Gema Insani. Jadi novel ini sudah pernah terbit, diwaktu silam bukan.
Buya Hamka dalam novelnya kali ini berusaha mengajak bahkan justru mengkritisi kepada dunia pendidikan, tentang hakikat pendidikan tinggi yang dimiliki seseorang baiknya digunakan untuk kebajikan bersama. Sidang pembaca diajak tuk menyelami lebih dalam arti pendidikan yang sesungguhnya.
Yaitu, untuk memberi manfaat dan membawa perubahan menuju kemajuan bagi lingkungan sekitar.
Dia mengkritisi paradigma pendidikan yang banyak dilakoni generasi pelajar waktu itu, mungkin. Bahwa telah hilangnya nilai etika saat telah mengenyam bangku sekolah. Kaya akan ilmu pengetahuan namun miskin dari hal moralitas.
Apabila dihubungkan pada dunia pendidikan saat ini, menurutku kritik Buya dalam novel ini sepertinya jelas adanya, terjadi hingga sekarang. Karakter generasi semakin anjlok, menuju degradasi moral maupun mental yang semakin parah.
Yang mana sedikit para pemuda yang berpendidikan tinggi kita yang ikhlas tuk mencurahkan kecakapan ia miliki secara totalitas untuk kepentingan bersama, dan cenderung  bermental materialistik.  Mempengaruhi panggilan hati untuk membenah pertiwi.
Dan beranggapan, strata pendidikan tinggi sangatlah tidak pantas melakukan sesuatu yang sia-sia yang tidak punya nilai untung rugi dalam pandangab modernitas dengan ukuran materi sebagai standar kecakapan ilmu, menyisihkan sisi manusiawi.
Serta membuang jauh tradisi mulia leluhur sebagai kebodohan/kekolotan. Padahal, bisa dianggap tidak semua nilai-nilai budaya bangsa ini naif bukan. Anggap saja, budaya luhur bangsa yang kita miliki, ciri otentik yang khas yang tidak dimiliki bangsa lain.Â
Meskipun, ada beberapa tradisi yang juga harus kita jauhi, namun tidak seluruhnya budaya kita kolot bin primitiv. Salah satu tradisi moralitas bin etika warisan leluhur ada yang mesti dipertahan dan diwariskan kepada generasi selanjutnya.
Sekilas Cerita Novel "Angkatan Baru"
Berkisah pada sosok perempuan bernama Syamsiar. Selain itu ada tokoh lain yang juga diceritakan, Rohani, Hasan dan Syamsudin. Namun sosok Syamsiar lebih dominan diceritakan dalam alur cerita.
Di novel ini yang terdiri dari tujuh chafter/bab/bagian. Mengupas si Syamsiar. Pada bagian pertama berjudul Pulang Kampung, kedua Bunga Mekar, ketiga Pemuda Harapan Bangsa, keempat Mendirikan Rumah Tangga, kelima Penyakit Cinta, keenam ketahuan, ketujuh Yang Dikejar Tak dapat, yang Digendong Bercerai.
Setelah menyelsaikan pendidikannya, diploma. Syamsiar pulang kampung halaman tinggal bersama dengan orang tuanya. Sangat banggalah ibu dan bapak, ninik mamak serta keluarga besar atas gelar yang disandang si Syamsiar.
Yang mana diketahui, Syamsiar salah satu wanita yang beruntung dapat bersekolah tinggi mengenyam pendidikan. Sehingga membuat keluarga sangat menyanjung dan menghormati sang anak dan kemenakan.
Prilaku keluarga juga sangat mengistimewakan Syamsiar. Syamsiar adalah kebanggaan. Alim, keluaran sekolah tinggi, diploma. Sehingga aktivitas yang biasa dilakukan orang kampung, khusus untuk perempuan tidak pula dibiarkan. Seperti memasak, membersihkan rumah maupun mencuci baju sendiri, ia tidak diperkenakan melakukan sendiri. Syamsiar bak menjadi ratu kemulian dalam keluarganya. Bak gunung ia dipandang.
Namun sangat berbeda bagi Syamsiar, setelah pulang kampung halaman. Ia jemu melihat suasana perlampungan. Ia memiliki pandangan yang sangat berbeda, berubah dalam menilai kebiasaan kaum kerabatnya dan orang kampung sebagai orang kolot, yang hanya pandai ke sawah, berladang, tidak mengeri apa itu kemajuan.
Sebagai bunga desa, yang cantik nan berpendidikan juga mempengaruhi cara pandang saat memilih jodoh, ia punya keputusan sendiri dalam menentukannnya. Kepada siapa ia berlabuh, menentukan pilihan. Pendek kata harus selevel dengan ia, dalam berbagai bidang kriteria.Â
Hal ini juga membuat termasuk gadis yang belum jua bertemu sang kekasih idamannya. Hal ini juga membuat ketakutan para kumbang tuk mendekati si kembang desa, Syamsiar.
Pada akhirnya, bertemua jua ia dengan pemuda yang ia mimpikan selama ini. Yaitu pemuda yang bernama Hasan dari kampung sebelah. Pemuda yang juga dikenal orang yang masyhur.
Pemuda alim, berilmu dicintai orang kampungnya. Karena kebaikannya. Ihwal pertunangan pun dibuat, antar keluarga besar kedua belah pihak. Dan tak berapa lama akhirnya pernikahan pun dilangsungkan antara Hasan dan Syamsiar.
Sebulan, dua bulan pernikahan belum menunjukan selisih pandangan keduanya. Masih dalam suasana kasmaran meneguk madu cinta seorang suami istri dalam nuansa bulan madu.
Hasan sibuk pada aktivitasnya, sebagai guru Umar Bakri, ikhlas bercita merubah pendidikan anak agar berbudi dan berilmu. Syamsiar sibuk sebagai Istri yang pandai menyenangi suami, khususnya pada belaian asmara. Yang telah diketahui bahwa ia ratu keluarganya. Yang tak perlu melakukan apa-apa, cukup duduk manis berbuat sesuka hati. Semua telah disiapkan keluarga besarnya.
Hal ini juga tidak panjang, insyaflah Hasan akan prilaku sang istri. Yang ia anggap hanya pandai dalam urusan kasur, tapi tak pandai dalam urusan sumur dan dapur. Dan juga Hasan selama ini terlena, sekolah yang ia dirikan telah diambang kehancuran. Murid-murid kocar kacir, masyarakat mulai menyalahinya, kehebatan si Hasan, lelaki yang takluk diantara dua betis Istrinya.
Hal inilah pada akhirnya berujung pada konflik keluarga. Syamsiar berangapan Hasan sudah tak cinta lagi, dan dibaluti api cemburu. Sang Hasan juga justru beranggapan istrinya sebagai orang yang tak mampu mendukung cita-cita luhur yang ia idamkan selama ini.
Keharmonisan pun terganggu, cikal bakal perselingkuhan. Syamsiar mulai bermain api. Berkirim surat pada teman lamanya, Syamsudin. Namun apes pada akhirnya ketahuan, dan menjadi ihwal peceraian dengan Hasan.
Dan juga syamsudin pun mengetahui, bahwa ia juga adalah ia Istri sah orang lain. Setelah disurati Hasan, setelah mengetahui Istrinya yang memulai bermain api.
Nah, untuk lebih detail, monggo dibaca langsung novelnya.
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H