Mohon tunggu...
Ibra Alfaroug
Ibra Alfaroug Mohon Tunggu... Petani - Dikenal Sebagai Negara Agraris, Namun Dunia Tani Kita Masih Saja Ironis

Buruh Tani (Buruh + Tani) di Tanah Milik Sendiri

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tepung Setawar "Tpung Stawe'a" sebagai Sanksi Adat dalam Masyarakat Rejang

13 Januari 2021   21:14 Diperbarui: 13 Januari 2021   21:24 1066
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
kebudayaan.kemdikbud.go.id

Dimana Bumi dipijak, disanalah Langit dijunjung

Tradisi Tepung Setawar Sebagai Sanksi Adat dalam Masyarakat Rejang

Keberadaan manusia yang hidup bermasyarakat pada dasarnya memiliki sebuah daya ikat yakni sebuah aturan-aturan yang mesti dipatuhi, agar hubungan antar sesama dapat berjalan dengan baik.

Maka setiap masyarakat atau etnis manapun pasti membutukan aturan demi menjaga kemaslahatan bersama, secara tidak langsung telah menjadi sebuah tradisi dan tertuang didalam adat istiadat. Yaitu hukum adat.

Oleh karena itu, memiliki hukum/aturan adalah alat yang mengatur stabilitas masyarakatnya. Semua kalangan memiliki hukum yang mengikat untuk ditaati.

Dan sebagai sumber pengambilan keputusan jikalau ada hal yang berhubungan dengan aturan. Walau disetiap aturan telah memiliki porsi sendiri relevan dengan bidang tertentu. Dalam artian kebijakan setiap hukum adat pasti memiliki tatacara yang berbeda disetiap ragam kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat.

Terlepas dari beragam sumber hukum yang mesti dilaksanakan masyarakat, apakah hukum negara, agama atau kesepakatan lain. Namun dalam masyarakat yakni suku-suku tertentu juga telah ada hukum yang bersahaja, yaitu hukum adat istiadat sebagai pengatur tatacara hubungan masyarakat setempat, bukan.

Dalam masyarakat sudah pasti mempunyai suatu norma, aturan untuk mengatur mereka dalam menata hubungan serta hal-hal yang berkaitan dengan tata kehidupan mereka dan terus dijadikan acuan yang berlaku serta berkelanjutan secara turun temurun.

Yaitu Adat istiadat yang berlaku disuatu daerah adalah menunjukakan ciri khas suatu masyarakat daerah tersebut. Dan inilah yang dinamakan keragaman budaya bangsa kita.

Setiap Masyarakat yang mendiami suatu daerah akan berbeda dengan masyarakat yang mendiami daerah lainnya. Dalam hal ini secara hirarki hukum, hukum adat adalah bentuk kekayaan yang dimiliki bangsa, walaupun hukum negara diatas segalanya. Namun, hukum adat tak jarang memiliki peran positiv untuk selalu dijaga dan dilestarikan, yang penting tidak bertolakbelakang dengan hukum nasional, menurutku.

Menurut Maclver. J.L Gilin dan J.P Gilin yang dikutip oleh Munandar Soelaiman (bahwa adanya saling interaksi karena mempunyai nilai-nilai, norma-norma, cara-cara dan prosedur merupakan kebutuhan bersama sehingga masyarakat merupakan kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat.

Dalam konteks ini, adalah suku Rejang Lebong yang berada di Provinsi Bengkulu memiliki aturan hukum adat yang mereka pegang hingga kini, bahkan sudah diberlakukan lewat Keputusan Bupati Rejang Lebong Nomor: 180.250.IV Tahun 2019. Tentang Pembentukan Panitia Masyarakat Hukum Adat Kabupaten Rejang Lebong Tahun 2019.

Diantara aturan yang dipakai adalah Kelepeak Ukum Adat Ngen Riyen Ca'o Ukum Kutei Jang yang berisikan norma, tatacara kehidupan, pokok-pokok aturan, pohon adat, bahasa, tulisan, perbuatan/kata yang salah, sanksi dan lain sebagainya.

Adapun bentuk hukum yang berlaku terdapat dalam buku yang berjudul Lepeak Hukum Adat Jang Kabupaten Rejang Lebong yang diterbitkan oleh badan Musyawarah Adat (BMA).

Disini kemajemukan masyarakat, ditandai adanya pembauran etnis di Tanah Rejang secara tidak langsung memberikan pergeseran hukum adat, akan tetapi dengan kebijakan pemerintah daerah sebagai landasan yuridis, mau tidak mau, etnis manapun mesti memberlakukan hukum adat Rejang sebagai tata aturan yang harus diparuhi dan dihormati oleh mereka. 

Karena heterogenitas ada beberapa memang mesti mereka laksanakan. Misalnya tatacara pernikahan, hukum adat yang bersifat umum. 

Hal ini dapat disaksikan, sebut saja etnis Jawa atau Padang, banyak mereka masih menggunakan adat mereka akan tetapi adat Rejang juga meraka laksanakan. Inilah salah satu bentuk kerukunan yang baik di Kabupaten kami, Curup Kota Idaman he...

Untuk itu dalam artikel saya kali ini, izinkan saya sedikit mengupas dan berbagi tentang Hukum adat Rejang di Kompasiana. Dari pengamatan dan pengalaman dikampung halaman ku. Yakni Tradisi Tepung Setawar dan sebagai Sanksi Adat dalam Masyarakat Rejang.

Tepung Setawar (Tpung Stawe'a)

Tepung Setawar dalam bahasa Rejang nya disebut dengan istilah tpung stawe'a. Yakni ritual adat yang masih dijaga dan diterapkan dalam masyarakat, lebih-lebih masyarakat yang bertempat tinggal dipedesaan.

Jikalau dalam tradisi melayu Sumatera, tepung stawar lebih identik pada hal keselamatan, keberkahan dan sebagainya. Tapi, dalam suku Rejang selain sama dengan hal itu ada juga perbedaan. Khususnya Tepung Stawar justru pada prihal yang berhubungan dengan sengketa atau terjadi perselisihan dimasyarakat, antara dua pihak.

Persoalan seperti ini sering terjadi dimasyarakat. Tidakmenutup kemungkinan penyelsaian pun melalu cara pedesaan, hukum adat. Hal ini bukan berarti tidak mau melibatkan pihak berwajib, tapi karena didasari unsur sosial, keluarga dan banyak hal. Hukum adat terkadang lebih tepat tuk memberikan solusi kedua pihak. 

Tpung Stawe'a merupakan ritual/cara masyarakat terlibat persoalan diselsaikan dengan cara damai, dan kesepakatan bersama berbagai pihak. Siapakah yang salah atau benar, apabila salah satu pihak benar-benar bersalah. Maka akan diberikan sanksi berupa denda, ganti rugi, serta pengobatan apabila berhubungan dengan kecelakaan dan sebagainya. Yang biasa ditangani oleh pemeeintah desa dan badan musyawarahvadat (BMA) desa.

Hal ini telah diatur dalam bukuKelepeak Ukum Adat Ngen Riyen Ca'o Ukum Kutei dan Lepeak Hukum Adat Jang Kabupaten Rejang Lebong yang diterbitkan oleh badan Musyawarah Adat (BMA).

Setelah proses berjalan lancar, untuk mempererat hubungan kedua pihak, dilanjut dengan cara damai, terkadang dilakukan dengan berdoa bersama, serta akan diakan dalam bahasa Rejang kepada orang bukan saudara akan diangkat menjadi saudara sendiri. Dilengkapi makan sawo bersama, yaitu makanan nasi ketan putih dengan kelapa yang dicampur dengan gula merah.

Lalu dilakukan ritual tepung setawar, yakni memercikan air daun sedingin/cocor bebek dan daun sirih didalam wadah, apakah mangkok/piring/bejana yang berisi air kepihak yang bersengketa/berselisih. Dan dilakuan secara bergantian diantara mereka.

Nah,inilah hasil pengamatan yang aku simak di desa ku sendiri. Cara hukum adat dalam menyelsaikan masalah di masyarakat. Apakah berkelahi, tabrakan, cekcok mulut.

SALAM

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun