Kemiskinan Kultural lebih tertuju kepada sebuah sikap dari manusia dan juga masyarakat yang dimana terjadi dikarenakan sebuah masalah pada faktor budaya seperti tidak ingin memiliki sebuah kehidupan yang lebih baik.Miskin dikarenakan keinginannya sendiri.
Ada analisa menarik dari Guru Antropologi di SMA dulu yang masih saya ingat sampai sekarang. Ia menyatakan bahwa kita terlalu terlena dengan kelebihan yang diberikan Tuhan kepada kita. Dan pada akhirnya membuat kita malas berpikir dan melakukan terobosan.Â
Berbeda dengan bangsa luar yang memamg dituntut oleh kondisi alam yang keras sehingga untuk merespon tantangan ekstrim itu, semua daya akan mereka lakukan. Misal kata Bapak guru, Bangsa sana beriklim subtropis empat, semi, gugur, dingin dan panas. Dari kondisi ini memantik mereka berpikir dan berupaya keras jangan sampai stok makan dimusim gugur atau dingin kehabisan. Â Tamatlah hidup mereka. Jikalau tak mandiri kan.
Namun berbeda dengan kita, yang aman dengan kondisi seperti ini, pada akhirnya membuat kita manja lambat laun mengakar dalam Karakter jiwa kita.
Lanjut katanya, lihat saat sekarang semua bersifat konsumtif. Kebutuhan semua kita beli padahal bisa dilakukan sendiri, kita bisa tanpa membeli. Sebut saja bumbu dapur kita, semua kita beli, padahal kita bisa memanfaatkan pekarangan, lahan disekitar kita untuk bercocok tanaman. Minimal penghematan.
Jadi katanya, kita dimiskinkan oleh pola pikir bangsa kita sendiri. Budaya tidak mau repot dan budaya malas. Pada ujungnya selalu menyalahi pemerintah. Mengeluh, memaki, berteriak, tergantung kepada orang lain. Padahal kita mampu untuk itu.
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H