Guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa
Tanpa guru maka tidak akan ada suatu peradaban di dunia ini. Karena mereka kita dapat membaca, menulis, berhitung dan lain sebagainya. Dan melahirkan para akademisi, politikus, penulis, ekonom maupun orang-orang hebat.
Profesi guru menurutku adalah sebuah kemuliaan, Yaitu mencerdaskan umat manusia serta memanusiakan manusia itu sendiri. Dan bekerja sebagai guru adalah sebuah panggilan hati untuk menata tatanan kehidupan yang bermartabat, dengan melahirkan generasi-generasi emas di masa depan. Mustahil, generasi emas akan muncul jika guru tidak berperan dalam mewujudkannya.
Lahirnya sebuah persekolahan sebagai ladang menimba ilmu pengetahuan, kompenen yang penting dalam proses belajar mengajar itu adalah guru, selain komponen lainnya. Memperhatikan guru adalah keharusan pemerintah, apabila kita ingin keluar sebagai bangsa yang berkualitas.
Aspek-aspek penunjang karir dan rutinitas yang diharapkan oleh mereka, baiknya menjadi prihal penting untuk diproritaskan. Hal ini dapat kita lihat jeritan mereka di pelosok tanah air, guru-guru yang berada di pinggiran pelosok perdesaan.
Politisir kebijakan daerah terkadang memberikan dilematis, intervensi bahkan intimidasi dalam lingkaran birokrasi  daerah, memberikan ruang kebebasan aktualisasi diri terbelenggu. Mutasi, rotasi, cucuk comot seakan lazim ditangan penguasa, memberikan apresiasi yang kurang menarik dan mesti untuk dievaluasi.
Guru tidak bisa tergantikan oleh Teknologi
Di saat pendemi Covid19 melanda dunia, termasuk tanah air kita ternyata telah membuka mata betapa pentingnya sosok seorang guru. Walaupun perkembangan teknologi semakin canggih sekalipun, dalam akses informasi dan komunikasi yang cepat, Namun posisi seorang guru seperti tidak tergantikan oleh teknologi itu.
Dalam kondisi sekarang ini, disertai himbau pemerintah yaitu protocol kesehatan. Kebijakan proses belajar mengajar dirumah dengan menggunakan berbagai apalikasi teknologi. Melahirkan ruang hampa 'interaksi' antara guru dan siswa.
Penerapan ini melahirkan tingkat kejenuhan dari siswa, dan pemahaman sebuah materi yang semakin tidak jelas. Belum lagi indicator akses jaringan, ekonomi keluarga, pendidikan keluarga sangat mempengaruhi proses pembelajaran melalui daring.
Kehadiran atau tatapan langsung dalam hal interaksi langsung di kelas antara siswa dan guru merupakan jiwanya sebuah proses pembelajaran yang dirindukan. Baik siswa maupun guru, mungkin?
Pendek kata, tiga aspek yang ingin diwujudkan dalam pendidikan  seperti aspek kognitif, afektif maupun psikotomorik seakan tidak mampu diwujudkan oleh aplikasi teknologi itu.
Kelembutan tutur sapa, kelihaian dalam merangkai kata serta kebaikan sikap seorang guru, adalah inti pendidikan yang hadir dalam benak siswa, yang dirindukan yang tidak bisa diberikan oleh teknologi, kan.
Hikmah Pandemi, Menjadi Guru Itu Tidak Mudah
Melihat seliweran berita-berita yang beredar di jagad maya, seperti media social (medsos). Cuitan dari para siswa hingga orang tua dalam proses kegiatan belajar mengajar (online). Menuai ragam cuitan, dari hujatan, komentar bahkan curhatan yang bersifat keluh kesah.
Sindiran keras pun terlontar kepada pemerintah lebih-lebih kepada Menteri Pendidikan saat ini Bapak Nadim Makarim, bahwa kebijakan yang dilakukan di tengah Pandemi saat ini, mesti untuk dievaluasi.
Pasalnya, kebijakan belajar online. Sebagian masyarakat beranggapan terbebani, apalagi masyarakat di daerah tertinggal di perkampungan, mulai dari factor jaringan internet, kuota, hingga kepanikan orang tua dalam membimbing anak-anaknya, yang belajar dari rumah. Dilain sisi, imbas mempengaruhi pendapatan masyarakat, kan.
Namun dalam konteks ini, pandemic banyak memberikan pembelajaran buat kita. Mulai evaluasi pembangunan dari pemerintah, khususnya jaringan internet yang belum merata, hingga kepada kebiasaan hidup sehat yang sering terlupakan oleh kita.
Apabila merujuk kepada konteks guru sebagai pendidik, belajar yang dilakukan di rumah. Yang mana orang tua menjadi guru dadakan sebagai pembimbing anak dalam mengerjakan berbagai tugas sekolah, tak jarang banyak mengalami hambatan.
Mulai dari pendidikan orang tua yang tidak mumpuni, hingga memberikan kesulitan anak untuk bertanya. Kesibukan orang tua semakin bertambah selain aktivitas biasanya. Kesabaran orang tua seperti diuji.
Hal ini menurutku, semesetinya memberikan hikmah baru bagi orang bahwa menjadi guru tidak mudah, kan! Dan menjadi pemahaman yang kadang menyudutkan seorang guru yang mendidik anak-anak mereka di sekolah.
mendidik satu orang saja, mumetnya setengah mati. Bagaimana seorang guru yang mendidik banyak anak, kan
Salam
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI