Mohon tunggu...
Ibra Alfaroug
Ibra Alfaroug Mohon Tunggu... Petani - Dikenal Sebagai Negara Agraris, Namun Dunia Tani Kita Masih Saja Ironis

Buruh Tani (Buruh + Tani) di Tanah Milik Sendiri

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Dinasti Politik Gibran, Rejang Lebong Sama Kok

23 Juli 2020   09:17 Diperbarui: 23 Juli 2020   09:11 206
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sedikit berkomentar, sambil menimpali perbincangan ala masyarakat awam;

"kita berhak untuk memilih siapa yang terbaik menurut kita, dan siapa pun boleh menjadi kepala daerah asalkan dia layak untuk itu dan cocok dengan kriteria yang telah ditentukan, mau dia pengusaha, pejabat, politisi, rakyat biasa, termasuk kita boleh, timpal saya".

Pak ngopi dulu, sambil merokok jangan terlalu dipikirkan terlalu serius sambil berkelakar untuk mencairkan suasana obrolan.

Berat sih, Jadi Keluarga Pejabat apalagi jadi Pejabat

Mengapa/ karena dalam hal ini kita sering lupa bahwa ketika berada di posisi tertentu yang dianggap memiliki strata tinggi dan  berbeda dengan masyarakat awam. Semua sorotan akan bertumpu pada kita.

Misalnya, Pak Imam. Karena menyandang predikat ini maka secara tidak langsung, ruang gerak pun seakan menjadi terbatas. Ucapan, prilaku, gerak-gerik pun selalu menjadi sorotan.

Dan akan menjadi aib, apabila Pak Imam tidak mampu menjaga hal itu. Hal ini juga dialami oleh keluarganya, kok anak pak imam gituan, tidak sopan, mabuk-mabukan, malu-malukan orang tuanya, inilah konsekuensi jabatan itu versiku.

Hal ini juga tak ubah bagi kepala daerah beserta keluarganya. Sorotan public kepada mereka seperti memiliki takaran penilaian khusus, disamping itu ketika anak beserta keluarga berani untuk maju pilkada saat ini. Jelas, bahwa aka nada perbandingan tertentu buat mereka.

Misalnya, rekam jejak sang Bapak bagaikan tolak ukur buat keluarga. Apabila rekam jejaknya buruk, maka akan menjadi penilaian untuk dinilai, dan apabila rekam jejak yang buruk, maka hal ini akan menjadi blunder, kan.

Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun