Sedikit berkomentar, sambil menimpali perbincangan ala masyarakat awam;
"kita berhak untuk memilih siapa yang terbaik menurut kita, dan siapa pun boleh menjadi kepala daerah asalkan dia layak untuk itu dan cocok dengan kriteria yang telah ditentukan, mau dia pengusaha, pejabat, politisi, rakyat biasa, termasuk kita boleh, timpal saya".
Pak ngopi dulu, sambil merokok jangan terlalu dipikirkan terlalu serius sambil berkelakar untuk mencairkan suasana obrolan.
Berat sih, Jadi Keluarga Pejabat apalagi jadi Pejabat
Mengapa/ karena dalam hal ini kita sering lupa bahwa ketika berada di posisi tertentu yang dianggap memiliki strata tinggi dan  berbeda dengan masyarakat awam. Semua sorotan akan bertumpu pada kita.
Misalnya, Pak Imam. Karena menyandang predikat ini maka secara tidak langsung, ruang gerak pun seakan menjadi terbatas. Ucapan, prilaku, gerak-gerik pun selalu menjadi sorotan.
Dan akan menjadi aib, apabila Pak Imam tidak mampu menjaga hal itu. Hal ini juga dialami oleh keluarganya, kok anak pak imam gituan, tidak sopan, mabuk-mabukan, malu-malukan orang tuanya, inilah konsekuensi jabatan itu versiku.
Hal ini juga tak ubah bagi kepala daerah beserta keluarganya. Sorotan public kepada mereka seperti memiliki takaran penilaian khusus, disamping itu ketika anak beserta keluarga berani untuk maju pilkada saat ini. Jelas, bahwa aka nada perbandingan tertentu buat mereka.
Misalnya, rekam jejak sang Bapak bagaikan tolak ukur buat keluarga. Apabila rekam jejaknya buruk, maka akan menjadi penilaian untuk dinilai, dan apabila rekam jejak yang buruk, maka hal ini akan menjadi blunder, kan.
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H