Siapa yang tidak tahu akan film Bollywood, dari negara India. Film Bollywood sangat apik tidak kalah dengan film-film yang diproduksi oleh Hollywood. Beragam genre diproduksi setiap tahun, dengan bermacam judul film diluncurkan.
Yang diperankan aktor berkelas, seperti Sahrul Khan, Salman Khan, Depikana Padukone, Hrithik Roshan dan lainnya. Membuat fans sangat banyak termasuk di tanah air. Film-film luar seperti India, banyak merambah ke pasar lokal. Dan memilki daya tarik yang besar bagi khalayak, penikmat film.
Menariknya, film yang diangkat bahkan mengupas isu-isu sosial, pendidikan, agama, budaya, politik sekalipun. Dan tak jarang film bermakna konotatif/kontradisi, terkesan mengkritisi pemerintah. Inilah salah satu nilai lebih dari film-film yang ada. Selain roman percintaan yang disuguhkan. Berani mengangkat tema-tema yang kontradiktif.
Disisi lain, warna budaya dengan ritual agama-kah, selalu menjadi latar disetiap tayangan. Pakaian sari pun seperti ciri khas yang menarik, menjadi brand produksi bollywood. Dengan tarian dan nyanyian yang menambahkan nilai plus, menurutku.
Apakah Khabar Perfilman tanah air? Berani mengangkat tema-tema yang kontradiktif, atau mengangkat kebudayaan nusantara kita sendiri, yang kaya?
Superhero, Super 30
Dengan kekuatan yang super, mengangkat namanya menjadi "hero". Dan dikenal oleh orang banyak, perantara kekuatan yang mahadasyhat, yang ia gunakan untuk membatu orang lemah dan bumi.
Berbeda dengan film Bollywood yang berjudul "Super 30". Yang diperan aktor kawakan Hrithik Roshan. Pendidikan dijadikan sebuah kekuatan, yang mengantar ke 30 anak didiknya menjadi hebat. Lulus ke perguruan tinggi indian Instititut of teknologi (ITT). Kampus teknik paling pretisius di India.
Tindakan yang dilakukan dengan berbagai spekulasi sang aktor (annand) dari film tersebut mengantar namanya menjadi nominasi Majalah Newsweek memasukannya dalam empat sekolah paling inovatif di dunia. Karenanya, Anand juga mendapatkan beberapa penghargaan. Ia diundang berbicara di kampus top dunia.
Kisah nyata Super 30 memang sudah menginspirasi sejak tahun 2009 saat Discovery Channel memfilmkan proses belajar di sini. Pada 2010, majalah Time menempatkan Super 30 sebagai salah satu dari 30 list terbaik Asia. Barrack Obama juga memuji sekolah nonformal ini yang terbaik di negaranya.
Kisah Inspiratif dan Kritik Sosial
Film ini diangkat dari kisah nyata guru dan matematikawan asal Patna, Bihar, India. Anand Kumar namanya. Kelas ini membuat banyak decak kagum. Bukan karena ukuran gedung, atau fassilitas yang mewah.
Bukan pula karena peserta didik yang kaya-kaya. Tapi, karena didalam cerita film ini mengambarkan peserta didik yang miskin dan gedung fasilitas yang seadanya, alias tidak layak dijadikan ruang pendidikan. Menjadi, seorang guru yang tidak dibayar sekalipun. Tidak digaji oleh negara. Tapi, karena panggilan moral untuk perubahan yang real.
Untuk menghidupkan sekolah yang didirikan, ia rela melepaskan peluang karirnya disalah satu lembaga pendidikan/balai privat. Yang salah satu tempat orang-orang yang memilki ekonomi menengah ke atas dalam mengejar impian, yaitu untuk masuk ke sekolah teknik terbaik di India.
Film ini menggambarkan kehidupan sang guru dan 30 murid pertamanya. Film Bollywood ini dirilis pertama kali di India, 12 Juli 2019. Film mengambil alur mundur. Menampilkan adegan Anand Kumar muda sedang menerima medali atas prestasinya.
Anand sejatinya dulu adalah siswa miskin, anak yang bekerja sang tukang pos, tapi punya tekad untuk belajar keras dan bakat besar di bidang matematika. Setiap minggunya, ia naik kereta api ke kota lain untuk menuju ke perpustakaan.
Di perpustakan kota tersebut, ia belajar menyelesaikan persoalan matematika dari jurnal asing. Suatu hari, ia ketahuan dan diusir dari perpustakaan. Seorang pesuruh mengatakan, jika dia ingin membaca jurnal gratis, maka cobalah menulis di situ.
Anand mengikuti saran tersebut. Ia mencoba memecahkan persoalan matematika dan berhasil. Dibantu ayahnya yang tukang pos, ia mengirim hasilnya itu. Tulisannya dimuat dan Anand mendapatkan surat panggilan untuk sekolah di Cambridge.
Keluarganya bahagia, anak mereka satu-satunya yang berhasil mendapat undangan di kota.Untung tak dapat diraih, malang tidak dapat ditolak. Kegembiaraan itu tidak berlangsung lama. Keluarga miskin itu tidak punya cukup uang untuk biaya perjalanan anaknya.
Suatu hari, ia mendapatkan tawaran mengajar di tempat kursus ternama oleh Lallan Singh seorang asisten pejabat lokal. Kehidupan ekonomi keluarga membaik.
Suatu hari, Anand melihat beberapa anak miskin tidak mendapat pendidikan yang layak. Meninggalkan kursus tersebut, ia mulai membuka kelas untuk mereka yang tidak mampu. Karena mereka yang miskin harusnya juga mempunyai kesempatan belajar yang sama.
Hal ini membuat Lallan Singh marah, segala cara dilakukan untuk menjatuhkan citra Anand.Kelas dimulai dengan 30 orang murid dari beragam latar belakang. Anand mengajar dengan cara yang menyenangkan, mudah, dan dekat dengan kehidupan sehari-hari.
Keluarga mendukung penuh. Ibunya memasak untuk para murid dan adiknya, Pranav, membantu sebanyak ia bisa. Semua biaya pendidikan termasuk tempat tinggal dan makan gratis. Gubuk itu menjadi tempat belajar yang menyenangkan.
Kekurangan fasilitas di kelas dan ancaman demi ancaman lain tidak membuatnya menyerah. Namun keluarga mereka kembali kekurangan uang. Muridnya mulai kelaparan, nilai awal mereka tidak memuaskan. Anand sekali lagi berhadapan dengan kemiskinan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H