Adapun jika Islam menyebar di Rejang lewat Palembang maka paling tidak ada empat argument;
Pertama, surat Residen Palembang nomor 5 tahun 1839 M tentang pengangkatan Arif sebagai pasirah Bermani Ulu. Surat tersebut ditulis dalam dua bahasa yaitu bahasa Melayu dan bahasa Belanda. Bahasa Melayu ditulis dengan aksara Arab, bahasa Belanda ditulis dengan aksara latin. Jadi, jika tulisan Arab Melayu sudah digunakan maka dapat dikatakan bahwa pesirah dan orang-orang di wilayah Rejang Lebong sudah ada yang mampu membaca dan mengerti isi surat tersebut.
Kedua, Isteri Raja Mawang keturunan Bikau Sepanjang Jiwo di Tubei memperisteri Sirdaraya yang berasal dari Kesultanan Palembang, jadi dapat diperkirakan bahwa Sirdaraya telah memeluk Islam, jika Sirdalaya dan Raja Mawang serta keturunannya saja sudah memeluk Islam maka mereka yang berada di Rejangpun seyogyanya sudah memeluk Islam juga sebab perjalanan Sirdaraya dari Palembang ke Lebong sudah tentu lewat daerah Rejang Lebong.
Ketiga, pasar Muara Aman timbul pada tahun 1897 dengan Datuk pertama seorang yang berasal dari Palembang bernama Nang Cik. Ketika beliau naik haji, sebagai penggantinya dipilih-lah seseorang yang berasal dari Bengkulu bernama Merah Ganti. Nah, artinya Nang Cik adalah seorang muslim.
Keempat, diketahui secara turun temurun bahwa Kiyai Abdul Rahman Delamat adalah penyebar Islam yang gigih untuk daerah-daerah uluan seperti Musi Banyu Asin, Musi Rawas, Curup dan Kepahiang. Diceritakan pula desa tempat Kiyai Abdul Rahman Delamat berdakwah di antaranya Kesambe, Daspetah, Keban Agung, Ujan Mas dan Tebat Monok.
Tentang Telah Masuk nya ajaran Islam telah ditemukan surat Residen Palembang nomor 5 tentang pengangkatan Arif sebagai pasirah Bermani Ulu dengan gelar Depati Tiang Alam. Surat tersebut ditulis dalam dua bahasa yaitu bahasa Melayu dan bahasa Belanda. Bahasa Melayu ditulis dengan aksara Arab, bahasa Belanda ditulis dengan aksara latin. Surat pengangkatan tersebut tertanggal 15 Pebruari 1889.
Bila tulisan Arab Melayu (aksara Arab bahasa Melayu) dapat diinterpretasikan sebagai budaya Islam di Indonsesia, kemudian diproyeksikan pula bahwa pemegang surat (Depati Tiang Alam dan Rakadi) berikut dengan rakyat yang dipimpinnya telah mampu membaca (mengerti) perihal surat dimaksud, maka diperkirakan bahwa Islam telah dipeluk Suku Rejang “pegunungan” pada awal tahun 1880 an atau lebih awal lagi.
Hal ini terbukti dengan pernyataan Abdulah Sidik ketika menjelaskan pengertian pasar mengatakan bahwa pasar Muara Aman timbul pada tahun 1897 dengan Datuk pertama seorang yang berasal dari Palembang bernama Nang Cik.
Ketika beliau naik haji, sebagai penggantinya dipilih-lah seseorang yang berasal dari Bengkulu bernama Merah Ganti. Karena telah memeluk Islam, Merah ganti inilah yang kemudian memberikan wakaf sebidang tanah untuk pembangunan masjid di Muara Aman.
Dari daerah Kepala Curup Rejang Lebong juga diperoleh informasi lisan, antara lain dari Atok (60 th) yang mengatakan bahwa orang yang pertama-tama mengajarkan Islam di Kepala Curup adalah Kiyai Delama yang berasal dari Muaro Ogan.
Informasi ini sejalan dengan Penelitian Zulkifli dalam karyanya, Ulama-Ulama Sumatera Selatan pemikiran dan Peranannya dalam Lintasan Sejarah, yang menyatakan; Tercatatlah bahwa Kiyai Delamat Menjadi Penyebar Islam yang gigih dan ulet untuk daerah-daerah uluan seperti Musi Banyu Asin, Musi Rawas, Muara Enim dan Curup.