Namun ia juga memberi arti ekstatik yang paralel, orang yang merasakan frekuensi cinta yang tidak sempurna, meskipun dipengaruhi oleh cinta, ia tidak punya gairah hidup dan tidak dipengaruhi olehnya sehingga kehidupan (pribadinya) benar-benar mengalami suatu perubahan: "Inilah api cinta yang mencerahkan, yang berbeda kapan pun ia timbul, yang menggairahkan, yang menghidupkan jiwa.Â
Benih (cinta) ini terpisah dari rahimnya dan lahirlah manusia sempurna, yang berubah dengan suatu cara yang khas sehingga seluruh aspek kehidupannya terangkat (mulia).
 Ia bukan berubah dalam arti wujud yang berbeda, namun ia adalah pribadi yang utuh dan keberadaan ini bisa dianggap sebagai manusia yang penuh gairah.Â
Setiap perilaku (hatinya) tersucikan, terangkat pada tingkat yang lebih tinggi, tergetar oleh melodi yang lebih merdu, melantunkan nada yang lebih langsung dan hidup, mempertalikan hati laki-laki dan perempuan, yang lebih mencintai dan lebih membenci.Â
Setiap gerak hatinya menyatu dengan suatu nasib, suatu ruang yang tentram dan kokoh, menyatu dengan hal-ihwal, yang melingkupi meskipun ia hanya mengikuti bayangan substansi cinta ini, sedemikian agung sehingga dapat mencapai pengalaman yang lebih nyata.
Kepustakaan
Mojdeh Bayat, Negeri Sufi Kisah -Kisah Terbaik, Lentera, Jakarta, 1997.
Republika. Com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H