Pemilu merupakan perwujudan berdemokrasi untuk menciptakan pemerintahan yang berdaulat dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Pemilu adalah sarana untuk memilih calon wakil rakyat yaitu DPRD kabupaten/kota, DPRD provinsi, DPR pusat, DPD, Kepala Daerah serta Presiden dan Wakil Presiden.
Dalam hal ini Negara kita Indonesia memiliki prinsip mulia pada pelaksanaan pemilu. Bersifat Luber (langsung, umum, bebas, rahasia) dan Jurdil (jujur dan adil) berdasarkan landasan Ideal dan landasan struktural yaitu Pancasila dan UUD 1945. Hal ini yang harus digaris bawahi bahwa pemilu merupakan cara melakukan pergantian kekuasaan dengan menentukan pilihan dan menggunakan hak suara menuju arah perubahan yang lebih baik kedepannnya.
Momen hangat pesta demokrasi tahun 2019 akan berakhir, hanya satu hari lagi. Berbagai metode dan teknik yang digunakan dalam menarik suara rakyat selama ini akan hilang atau bisa jadi akan semakin panas. Faktor ini adalah suatu kenormalan dalam sebuah pertandingan, pasti ada yang menang dan kalah. Walaupun kekalahan merupakan sebuah kesan yang menyakitkan, apalagi dibumbuhi kecurigaan-kecurigaan yang selama ini berkembang.
Penggunaan diksi dalam janji-janji manis ketika berkempanye adalah senjata utama agar terpilih dan meraup suara rakyat. Kemiskinan, pendidikan, kesehatan, sandang, pangan merupakan janji yang harus direalisasikan.
Dalam konteks saat ini rakyat harus cerdas untuk menentukan calon pengemban aspirasi nantinya, walau fakta dilapangan banyak cara yang dilakukan para elit politik agar duduk dikursi atau terpilih. Dan cenderung mengunakan berbagai cara, baik bewarna hitam atau ke-abu-abuan.
Penggunaan Media Massa dan Media social adalah senjata utama untuk mempengaruhi para pemilih khususnya para kaum pemilih. Mungkinkah berita di medsos seputar politik akan berkurang? Ketika pemilu telah berakhir. Atau semakin menjadi-jadi.
Ini tantangan berat bagi demokrasi di negara kita kalau di ukur dengan vote pemilih. Satu suara sangat berharga dalam menentukan masa depan bangsa dan negara, ini sering di sosialisasikan kepada masyarakat atau rakyat. Apalagi kecurangan-kecurangan terus dilakukan bahkan cenderung dilestarikan. Dapatkah para calon kita pilih nantinya itu bisa menenentukan kearah yang lebih baik.
Berdasarkan teori fenomenologi ada tiga kriteria bagi pemilih;
Pemilih Rasionalitas (akal sehat)
Pemilih Emosional (tali emosional)
Pemilih Transaksional (money oriented)
Menurut penilaiainku pribadi untuk Indonesia sekarang cenderung menjadi pemilih emosionalitas dan transaksionalitas. Hal ini tidak terlepas dari fenomena dan fakta yang terjadi di lapangan. Bagi pemilih, pemilu adalah kesempatan atau aji mumpung untuk memanfaatkan para poltikus yang berlaga. “Ada uang kakak disayang tak ada uang kakakpun ditendang”.
Netralitas juga mulai dipertanyakan khusus di perguruan tinggi, ASN, dan istansi-instansi pemerintahan yang kadang kalah lebih memperkeruh suatu keadaan. Seharus sebagai sarana sosialsasikan dalam mencerdas rakyat dalam menilai sebuah politik bangsa.
Beberapa pertanyaan yang menjadikan prihal penting dari pemilu bagi pemilih; Manfaat dan tujuan pemilu itu bagi masyarakat? Mengapa harus ikut pemilu? inilah beberapa indicator yang harus dijawab bagi kita semua.
Dinamika yang muncul beserta fakta real dilapangan dapat menjadikan sabab musabab dari rendahnya partisipan pemilu terhadap pesta besar di negara yaitu pemilu. Money Oriented, hoax dan tingginya tingkat apatis masyarakat tentang politik mempengaruhi maindset untuk berpartisipasi. So! wind solution (problem solving) yakni education politik itu sendiri.
Bersarkan pertanyaaan seputar pemilu ada sebuah analogi untuk menjadikan rujukan bagi pemilih dalam menentukan pilihan pada tanggal 17 April 2019; Pada suatu hari ada seorang ibuk pergi ke sebuah toko untuk membeli kebaya untuk acara wisuda anak pertamanya.
Ketika tiba di toko yang cukup ternama. Tertera kata khusus menjual pakaian wanita. Wanita tersebut langsung terpanah dengan model, warna dan bentuk kebaya. Dengan ramah sang pemilik toko pun menyapa" buk silahkan dilihat dulu mungkin ada yang menarik, ibuk boleh mencoba di kamar ganti, insyallah pas untuk ibuk.
Setelah kurang lebih satu jam memilih dan pasang bongkar di kamar ganti akhirnya jatuh satu pilihan dengan model kebaya yang menurutnya bagus.
Tiba-tiba ada pembeli lain kebetulan menyapa, buk ngapain yang ini, warna tidak bagus, yang lain juga ikut berkomentar model kurang menarik dengan argumen bla-bla. Walau sedikit kurang nyaman, ibuk pun menjawab yang itu bagus, yang sono juga bagus semua kebayanya cantik dan menarik.
Tapi, dalam menentukan pilihan saya punya pertimbangan, khususnya arti kata pantas menjadi tolak ukur. Dalam pilihan cantik, menarik, nyaman adalah ukuran untuk kata pantas.
Ada kebaya modelnya bagus tapi waktu dikenakan serasa tak nyaman, ada model kurang bagus tapi ketika dikenakan serasa nyaman. Inilah mengapa menjatuhkan pilihan pada kebaya ini karena menarik dimata dan nyaman ketika coba kenahkan "inilah kata yang baik dalam konteks sebuah pilhan"..
Dari analogi ini maka dapat kita simpulkan dalam mencari pilihan membeli sebuah kebaya saja ada beberapa pertimbangan, lalu mengapa kita tidak boleh melihat dan menetukan beberapa pilihan. Atau terlalu tinggi menentukan sebuah pilhan membuat kita bingung akan sebuah pilihan.
Mempelajari gagasan dan mencari informasi yang berkaitan rekam jejak paslon dan kandidat sangat penting untuk menentukannya. Karena terbaik bukan dari orang lain tapi dari kita menilai sang kontestan. Tapi, bila tak menggunakan suara alias golput pasti ada yang diuntungkan dan dirugikan dalam pemilu. Bisa jadi orang yang tidak diharapkan yang mendapatkan keuntungan dari golput.
Perception is more than reality, perception it is reality. Persepsi lebih penting dari sebuah realitas, persepsi adalah sebuah realitas.
Jangan sampai salah menjatuhkan pilihan di masa lalu atau besok bisa merusak masa depan, jadi untuk kita perlu cerdas untuk memilih calon wakil kita di negara kita, yang memiliki kredibilitas dan integritas yang baik. Secara obyektif menyerahkan suatu tugas kepada orang yang tidak bertanggung jawab memang mengundang kegagalan.
Seseoarang bertanya kepada Rasulullah SAW kapan terjadi kiamat. Beliau menjawab:" apabila hilangnya amanah, tunggulah kiamat." Orang tadi bertanya lagi: "bagaimana hilangnya amanah itu? Rasulullah menjelaskan: Artinya: Apabila suatu urusan diserahkan bukan kepada ahlinya, tunggulah kiamat".(H.R Bukhari).
Inilah mengapa saya lebih setuju bahwa golput bukan sebuah pilihan, tapi sebagai catatan kita sebagai pemilih harus cerdas menentukan calon wakil kita nanti.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H