Mohon tunggu...
Ibra Alfaroug
Ibra Alfaroug Mohon Tunggu... Petani - Dikenal Sebagai Negara Agraris, Namun Dunia Tani Kita Masih Saja Ironis

Buruh Tani (Buruh + Tani) di Tanah Milik Sendiri

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Sarkar, Revolusi Satu Suara adalah Solusi demi Bangsa yang Bermartabat

5 April 2019   09:18 Diperbarui: 5 April 2019   09:38 181
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Film ini menggambarkan terjadinya Revolusi Negara lewat satu suara. Solusi demi bangsa yang bermartabat.

Kisah yang berawal dari sebuah kekhawatiran, kecemasan dan kegelisahan dari seorang pemuda terhadap carut marut suatu sistem pemerintahan di negaranya. Dia rela kembali  dari tanah rantau (Luar negeri) atau pulang kampung hanya untuk mencoblos atau menggunakan hak suaranya.

Jika dipikir dalam film ini diceritakan seorang pemuda kaya, CEO sebuah perusahan besar dan ternama di luar negeri. Rela kembali ke India tanah kelahirannya hanya untuk memilih dalam pemilu.  Kalau dikaji apa untungnya bagi seorang pemuda sukses hanya untuk memilih. Inilah menjadi renungan bagi kita.

Keresahan muncul tidak terlepas dari praktek-praktek kotor yang dilakukan para elit dalam meraup suara dengan pengelembungan suara terjadi dimana-mana. Suara rakyatpun dibeli hanya dengan beberapa picis (money oriented), Kongkalikong elit politik dengan hakim, pengusaha, akademisi, aparat, birokrat dan cengkraman pada sistem.

Dalam asumsinya hanya pemilu salah satu jalan melakukan pembaharuan dan perubahan pada bangsa? membantu  rakyat yang binggung menentukan pilihan dan menggunakan hak suara mereka.

Terobosan pun dilakukan pemuda di Film ini, diantaranya;

Ilustrated by; pixabay.com
Ilustrated by; pixabay.com
Pertama; Kesadaran rakyat. Praktek-praktek harus dihilangkan dengan mensosialisasikan penting suara kita, untuk kemajauan dan perkembangan bangsa.

Kedua; Edukasi politik bagi pemuda sebagai agent of change. dan turun kelapangan. terjun kemasyarakat dalam menumbuhkan persepsi pilitik yang sehat atau mlek politik.

Ketiga; Penggunaan media secara baik untuk bangsa khususnya media social.

Keempat; Menempuh Jalur Hukum dalam meluruskan atau melakukan perubahan sistem yang selalu dipermainkan.

Dengan tujuan rakyat butuh pemimpin yang merakyat dan berintegritas. 

Disinilah menjadi fungsi pemuda untuk menanamkan pemahaman kepada mereka agar suara  tidak terbeli dan menjadi sia-sia.

ilustrated by; galatta.com
ilustrated by; galatta.com

Berdasarkan resensi Film ini dapat dijadikan acuan buat kita. Khususnya pada realita Tanah air.

Kalau melihat perkembangan politik di Negara kita yang semakin panas. Berbagai cara dilakukan para elit untuk duduk dipanggung singgasana. Gosok kiri, gosok kanan, halam haram hantam agar tujuan dapat tercapai. 

Tipu menipu, penyebaran informasi bohong (Hoax), Menyerang personal yang bersifat pribadi (bukan gagasannya), bahkan agama dijadikan materi dalam memprovokasi massa. 

Mirisnya, semua ini dilakukan hanya untuk dapat berkuasa. Unsur SARA (Suku, Agama. Ras, Antar Golongan) adalah senjata utama menyerang rival politik.

Putih menjadi hitam, hitam pun menjadi putih, bahkan perpaduan keduanya bewarna keabu-abuan. Salah menjadi benar, benar menjadi salah. Membuar rakyat susah membedakan dan menentukan sebuah pilihan. Lucunya, berbohongpun pakai data, sumpah dan agama.

Akibat tensi ini. Ada sebuah kekhawatiran besar yang tidak kita sadari. Salah satunya tingkat partisipasi pemilu yang akan menurun. Dan bayang-bayang disentegrasi bangsa akan tecipta, terkota-kotak, kata Bhineka Tungga Ika hanya akan tinggal nama.

Mengapa? Ini bisa jadi akibat dari suguhan politik menjadi menu utama di media. Menayangkan figure yang kadang kala tidak sesuai dengan realitanya. Bisa jadi juga aktor-aktor lama yang bermain, cuma baju dan penampilannya saja yang berubah. Rakyat telah bosan. Dalam hal ini saya kukutip lirik sebuah lagu "manis dibibir, memutar kata malah kau tuduh....". dan sebuah pepatah lama bertukar beruk dengan monyet. Artinya sama saja tidak akan ada perbedaan dan perubahan.

Untuk itu didalam Undang Undang Nomor 7 Tahun 2017 menegaskan bahwa pemilu diselenggarakan dengan partisipasi masyarakat. Poin ini menunjukkan partisipasi masyarakat menjadi salah satu indicator penting penyelengaraan pemilu. 

Tanpa partisipasi atau keterlibatan pemilih, maka sesungguhnya pemilu. pemilu tidak memilki makna. ukuran partisipasi tentu bukan sekedar kehadiran pemilih dalam memberikan suara ditempat pemungutan suara (TPS) pada hari pemungutan suara atau voter  turn out keterlibatan pemilih pada keseluruhan tahapan pemilu.

ilustrated by; pixabay.com
ilustrated by; pixabay.com
Pemerintah dalam Rencana Pembangunan Jangka Menegah Nasioanal (RPJMN) juga telah menetapkan target kehadiran pemilih di TPS sebesar 77,5 persen. ini tantangan berat bagi penyelenggara pemilu dan Stakeholders terkait. 

Tidak mudah menaikan tingkat partisipasi pemilih dalam pemilu karena motivasi pemilih datang ke TPS bukan saja ditentukan oleh penyelenggara pemilu Profesional dan berintegritas. Jauh lebih berpengaruh dan itu adalah kualitas peserta pemilu, termasuk daftar calon yang diajukan oleh partai politik peserta pemilu. 

Karena itu partisipasi pemilih dalam pemilu juga sangat dipengaruhi oleh kinerja partai politik dan rekam jejak calon/kandidat.

Tantangan pemilih pada pemilu 2019 lebih berat karena semakin kompleksnya penyelenggaraan pemilu. Pemilihan berhadapan dengan lima jenis surat suara di TPS butuh kecermatan pemilih untuk memastikan tata cara pemberian suara yang benar di Tempat Pemungutan Suara (TPS). 

Sosialisasi dan Pendidikan pemilih yang lebih massif dan intensif juga dibutuhkan untuk menurunkan angka suara tidak sah atau invalid vote dalam pemilu.

Empat pemilu nasional terakhir dan pelaksanaan pemilu berbagai daerah menunjukkan indikasi itu, Pada pemilu nasional misalnya, yaitu pemilu 1999 (92%), pemilu 2004 (84%), pemilu 2009 (71%), pemilu 2014 (73%) menjadi salah satu tantangan yang dihadapi dalam upaya untuk mewujudkan kesuksesan pemilu 20019. Banyak factor yang menjadi tingkat partisipasi mengalami tren penurunan. 

Diantaranya adalah jenuh dengan frekuensi penyelenggara pemilu yang tinggi, ketidakpuasaan kinerja sistem politik yang tidak memberikan kualitas hidup, mal administrasi penyelenggaraan pemilu, adanya paham keagamaan anti demokrasi, dan melemahnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya pemilu sebagai instrument tranformasi social, dan lain sebagainya.

Apresiasi pemilih yang menggunakan hak pilihnya secara cerdas, sebagian pemilih kita terjebak dalam pragmatisme. Tidak semua pemilih datang ke TPS atas idealisme tertentu tetapi ada yang didasarkan pada kalkulasi untung rugi yang sifatnya material, seperti mendapatkan uang dan barang-barang kebutuhan hidup sehari-hari.   

Pragmatisme pemilih ini sebagian disumbang oleh tingkat literasi politik yang relative rendah, melemahnya kesukarelaan masyarakat (voluntarisme) dalam agenda pencerdasan demokrasi, dan masifnya politik tunai dari kontestan pemilu.

Pemilu 2019 mesti menjadi titik balik persoalan partisipasi pemilih yang sebelumnya ada. Angka partisipasi pemilih harus meningkat dan inflasi kualitas memilih harus dipulihkan bahwasanya memilih adalah tindaka npolitik yang mulia.

ilustrated by; pixabay.com
ilustrated by; pixabay.com
Menurut Visco Putra Alexander, S.Ip,.M.Si (Komisioner KPU Kabupaten Rejang Lebong) dalam memberikan materi sosialisasi di Kec. Bermani Ulu Raya yang aku tangkap. ada beberapa factor penyebab "Golput" di masyarakat;

Pertama; golput karena administrasi. 

Kedua; golput karena aktivitas. 

Ketiga; golput  karena indikasi Pragmatisme.

Keepat: golput karena teologi (agama).

Kelima; golput karena rasionalitas yang berlebihan.

Timbul sebuah pertanyaan mengapa kita harus ikut pemilu?

Dalam hal ini saya lebih tertuju kepada kelompok pemula atau kelompok mileneal yang rentan tidak menggunkan hak suara mereka. 

Salah satu alasannya adalah karena ini adalah pertama kali menggunakan hak suara mereka. Disisi lain kelompok mileneal, saya yakin mereka masih memiliki idealisme, harga diri yang tinggi dan bisa menyuarkan politik bersih, jauh dari praktek-praltek money oriented, hoax dan ujaran provokatif. Dan tentu mereka ingin adanya perubahan di Negara kita "Indonesia'.

ilustrated by; pixabay.com
ilustrated by; pixabay.com
Berdasarkan penjelasan diatas, jelas bahwa kita perlu perubahan di Negara kita.  Salah satunya melalui pemilu. Untuk itu menjadi sebuah rujukan dan pembelajaran kita dapat menonton Sebuah Film Bollywood "SARKAR, Revolusi Satu Suara Adalah Solusi Demi Bangsa yang Bermartabat".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun