Mohon tunggu...
Mukmin
Mukmin Mohon Tunggu... Wiraswasta - .

Bukan anak Presiden, hanya orang biasa

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Pesta Pernikahan Tanpa Utang, Ini Solusinya

28 November 2024   00:57 Diperbarui: 28 November 2024   01:08 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

DALAM Islam, menikah merupakan sunnah yang sangat dianjurkan oleh Nabi Muhammad SAW kepada umatnya. Namun, pelaksanaannya harus memenuhi syarat-syarat tertentu agar pernikahan tersebut sah secara agama. Salah satu syarat penting adalah pemberian mahar atau mas kawin oleh pengantin pria kepada pengantin wanita. Mahar ini memiliki fleksibilitas dalam bentuk dan jumlahnya, tergantung pada kemampuan finansial pengantin pria. Jika mampu, pria dianjurkan memberikan mahar terbaik sebagai wujud tanggung jawab dan penghormatan kepada calon istrinya. Namun, bagi yang terbatas secara ekonomi, Islam tetap memberikan kelonggaran untuk memberikan mahar yang sesuai dengan kemampuannya.

Selain mengikuti tuntunan agama, masyarakat Indonesia juga menjunjung tinggi adat dan budaya yang menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sosial. Dalam pernikahan, adat sering kali memengaruhi tata cara, simbol, hingga kebutuhan finansial. Di banyak daerah, ketidakpatuhan terhadap adat tertentu dapat berujung pada sanksi sosial, sehingga masyarakat merasa berkewajiban menjalankannya dengan baik.

Adat istiadat terkait pernikahan di Indonesia sangat beragam. Sebagai contoh, di Provinsi Aceh, mahar biasanya diberikan dalam bentuk emas dengan satuan mayam. Saat ini, harga satu mayam emas di Aceh berkisar sekitar Rp4,3 juta. Dalam praktiknya, jumlah emas yang dijadikan mahar biasanya mulai dari 8 mayam, tergantung kesepakatan keluarga kedua mempelai. Dengan perhitungan tersebut, nilai mahar minimal mencapai Rp34,4 juta. Jumlah ini bisa jauh lebih besar, bahkan mencapai puluhan atau ratusan mayam, tergantung pada status sosial dan kemampuan finansial keluarga pengantin pria.

Bagi masyarakat di luar Aceh, biaya pernikahan semacam ini mungkin terlihat sangat tinggi. Namun, bagi masyarakat Aceh sendiri, jumlah tersebut dianggap wajar dan sesuai dengan tradisi yang berlaku. Hal ini mencerminkan bahwa adat dan budaya sangat memengaruhi standar biaya pernikahan di setiap daerah.

Secara umum, fenomena biaya pernikahan yang tinggi tidak hanya terjadi di Aceh, tetapi juga di berbagai daerah lainnya. Persiapan pernikahan, seperti menyewa pakaian pengantin, seserahan, dekorasi, dan konsumsi, sering kali membutuhkan biaya yang besar. Bahkan, kebutuhan kecil seperti menyewa baju pengantin saja dapat menelan biaya jutaan rupiah. Oleh karena itu, menikah tidak hanya menjadi langkah spiritual, tetapi juga memerlukan kesiapan finansial yang matang.

Di Indonesia, pernikahan sering dianggap sebagai momen sakral yang hanya terjadi sekali seumur hidup. Karena itu, banyak pasangan dan keluarga merasa bahwa acara pernikahan harus dirayakan semeriah mungkin. Tradisi ini sering kali diwujudkan dengan menyewa gedung mewah, menyediakan hidangan istimewa, hingga mengundang artis terkenal sebagai pengisi acara. Namun, kemegahan tersebut tentu membutuhkan biaya yang tidak sedikit.

Ironisnya, masih banyak pasangan yang memaksakan diri untuk mengadakan pesta pernikahan yang megah meskipun kondisi keuangan mereka tidak mendukung. Tak jarang, mereka terpaksa meminjam uang demi mewujudkan pesta impian. Akibatnya, kebahagiaan di hari pernikahan bisa berubah menjadi beban finansial jangka panjang. Kondisi ini memunculkan ungkapan: "Bahagia di pelaminan, sengsara di tagihan."

Jika kita kembali pada ajaran Islam, Rasulullah SAW memberikan teladan tentang kesederhanaan dalam pernikahan. Beliau pernah bersabda: "Adakanlah walimah meskipun hanya dengan seekor kambing." (HR. Bukhari dan Muslim). Sabda ini mengandung makna bahwa inti dari pernikahan bukanlah kemewahan atau besarnya pesta, melainkan pelaksanaan sunah yang bertujuan untuk menjaga diri dari perbuatan keji dan maksiat.

Tradisi walimah dalam Islam sebenarnya lebih menekankan pada niat dan kebersamaan, bukan pada besarnya anggaran. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2022, rata-rata biaya pernikahan di Indonesia mencapai Rp 70 juta, angka yang cukup besar untuk sebagian besar masyarakat. Padahal, prinsip sederhana dalam pernikahan bisa tetap menjaga kebahagiaan pasangan tanpa membebani kondisi finansial keluarga.

Berhutang untuk Biaya Pernikahan, Bijakkah?

Banyak faktor yang mendorong seseorang memberanikan diri untuk berhutang demi memenuhi biaya resepsi pernikahan. Di antaranya adalah gaya hidup hedonis, tekanan lingkungan, serta tradisi. Faktor-faktor ini sering kali membuat seseorang rela mencari pinjaman ke sana kemari. Ditambah lagi, minimnya literasi mengenai hakikat pernikahan dan pengelolaan keuangan menyebabkan individu kehilangan kontrol. Akibatnya, mereka sering kali menganggap bahwa hutang bisa dengan mudah dilunasi menggunakan gaji di masa depan. Padahal, di awal pernikahan, stabilitas finansial sangat penting untuk menghindari kesulitan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun