Ya Allah, Tuhanku, Tuhan semesta sekalian.
Di tengah hujan yang mengelilingiku malam ini.
Di bawah kegelapan malam.
Di bawah terangnya lampu berwarna kuning
Aku bermunajat kepadamu
Entah sudah pantas atau belum tuk bertemu denganmu
Entah akan selamat atau celaka setelah bertemu dengan kematian
Aku tetap, bermunajat kepadamu
Munajat Kematian
Karena sesungguhnya tiada lain yang lebih menyakitkan bagiku
Selain hidup, dengan lumuran dosa
Dengan hela nafas kekufuran kepadamu
Pun, munajat ini bukan bentuk kufur kepadamu
Karena ini hanya munajat
Hanya bentuk penghambaan
Sebagai bentuk meminta maaf pada setiap jasadku
Yang kudzalimi dengan berbuat dosa
Mata yang melihat apa yang tak sepatutnya
Telinga yang tak mendengarkan yang seharusnya
Hidung yang tak pernah ingat hela nafasnya
Mulut yang lupa akan dzikir kepadamu
Sebagai bentuk maaf pada semesta
Pada rumput yang diinjak dengan seenaknya
Dedaunan yang tak pernah kubayar udara segarnya
Akar yang tak pernah kuelus akan airnya
Sebagai bentuk penyelamatan diri
Dari jahatnya aku pada hewan
Yang dengan mudah ku ambil telurnya
Dengan mudah ku iris-iris tubuhnya
Bahkan hingga usus dan hatinya sekalipun
Pun dari kejahatanku pada orang lain
Berupa sangkaan buruk
Ucapan buruk
Ekspresi buruk
Yang sering kali menyakiti
Aku tahu Engkau lebih tahu apa yang Aku maksud
Tapi ingin Aku tegaskan sebagai rasa rindu
Bahwa munajat ini bukan munajat kufur
Kufur pada nikmat hidup
Justru munajat rindu
Rindu bertemu denganmu
Tak mau menyakiti kekasih-kekasihmu
Maka, tiada lain, do'a penutup dari munajat ini
Tuhan, seandainya hidup lebih baik bagiku.
Maka hidupkanlah aku dalam kasih-Mu
Tuhan, seandainya mati lebih baik bagiku
Bunuhlah Aku
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H