Beberapa tahun kemudian, ketika sebagian wilayah Perancis dikuasai oleh Jerman. Ia kembali mendapat ancaman untuk berada di camp konsentrasi terhadap warga etnis Yahudi. Beberapa tahun ia kehilangan identitas kenegaraannya.
Singkat cerita lagi, ia berhasil mendapat suaka visa dari pemerintah Amerika Serikat untuk tinggal disana. Mengajar, mengabdi, dan melahirkan karya ilmiah dilanjutkannya hingga pada tahun 1950 ia mendapatkan naturalisasi sebagai warga negara Amerika.
Dalam film diceritakan, suatu saat ia ditawarkan untuk mengikuti pengadilan terhadap salah satu perwira yang ikut menjadi pelaku dalam peristiwa Holocaust di Jerman. Perwira itu bernama Adolf Eichmann yang berhasil lolos dari perang dunia kedua. Majalah New Yorker yang cukup eksis di New York ketika itu mencari orang yang cocok dan hendak pergi mengikuti persidangan tersebut.
Tentu sebagai pelaku sejarah dan keturunan Yahudi juga, Hannah tak menyinyiakan kesempatan tersebut. Ia mengajukan diri ke majalah tersebut. Lalu diberangkatkanlah ke Jerusalem untuk mengikuti persidangan sebagai perwakilan jurnalis dari New Yorker.
Saat persidangan berlangsung, diawali dari jaksa penuntut yang menceritakan tentang kejahatan-kejahatan yang berkaitan dengan Nazi Jerman kala itu. Lalu dilanjutkan dengan kesaksian para korban Yahudi yang berhasil selamat dengan kesaksian dari seluruh pemirsa yang mengikuti secara langsung melalui televisi.Â
Para saksi menceritakan bagaimana penderitaan mereka satu persatu, orang perorang dari yang kehilangan orangtuanya, sanak sarudaranya, juga penderitaan-penderitaan yang harus dialami ketika berada di camp konsentrasi yang jauh dari kata layak.
Adolf Eichman yang dihadirkan di persidangan kala itu, dengan ditemani oleh penjaga serta dilindungi oleh kaca mendengarkan kesaksian mereka. Tentu ia juga mendapatkan kesempatan untuk pembelaan diri. Bahwa apa yang ia lakukan bukan atas inisiatif dari dirinya sendiri akan tetapi tekanan dari Sang Fuchrer, tak lain dan tak bukan Adolf Hitler.
Selain daripada pembelaan-pembelaan yang Eichman sampaikan. Hannah begitu terkejut dengan respon dari Eichman selama persidangan berlangsung. Mimik wajah dingin dan tenang seakan tak bersalah serta pembelaan yang disampaikan dengan begitu tenangnya membuat Hannah terkejut.
Sambil menghisap rokok dan memerhatikan persidangan, Hannah berfikir mengenai apa yang sebenarnya terjadi dengan Eichman. Sebagai penyintas kekejaman Nazi terhadap Yahudi. Tentu saja Hannah mengalami dilema.
Hannah dilema antara kebenciannya yang menggunung atas kekejaman mereka, dan dilema akan keadilan yang harus diterima oleh Eichman karena pembelaan serta raut muka tak bersalahnya. Dilema pun bertambah ketika ia harus berdebat dengan sesama penyintas Yahudi lainnya yang juga beberapa diantaranya ialah teman dekatnya. Hal itu terlihat setiap kali selesai dari persidangan dan berdiskusi dengan sahabat sekaligus juga penyintas yang tinggal di Jerussalem.
Sepulang dari Jerussalem, tugasnya untuk menyampaikan apa yang terjadi disana kepada redaksi New Yorker tentu harus segera dilaksanakan. Singkat cerita dengan segala pertimbangan yang ia hadapi bersama sang suami.Â