Sebenarnya, sindiran atau cacian halus erat hubungannya dengan nasihat. Akan tetapi, peribahasa ini memang khusus untuk sindiran atau cacian halus. Sebagai contoh untuk mencaci atau menyindir orang yang tidak tetap pendiriannya, digunakan peribahasa ”Bagai air di daunt alas.”
Demikian pula jika hendak menyindir atau mencaci secara halus orang yang tidak berilmu, tetapi sombong dan besar bicaranya, digunakan peribahasa ”Seperti padi hampa, makin hampa makin mencongkak atau tong kosong nyaring bunyinya.”
Peribahasa Sebagai Pujian
Peribahasa juga dapat digunakan apabila hendak memberikan pujian kepada seseorang. Dengan peribahasa, pujian terasa lebih enak didengar, halus dan menyenangkan hati. Sebaliknya, pujian yang dikatakan secar terus terang akan terasa hambar dan kadang-kadang bisa diartikan sebagai olok-olok.
Jika seseorang hendak memuji seseorang yang bersahabat karib, setia, berkasih-kasihan, dan bertolong-tolongan, ia dapat menggunakan peribahasa ”Bagai aur dengan tebing.” Demikian pula jika seseorang ingin memuji dua orang yang cantik dan serasi, ia dapat menggunakan peribahasa ”Bagai pinang dibelah dua.”
Apabila ingin memberikan pujian kepada orang yang cantik menawan, pujian tersebut dapat disampaikan dengan peribahasa ”Cantik bagai bidadari, pipinya pauh dilayang, matanya bagai bintang timur, alisnya bagai bentuk taji, bibirnya bagai delima mereka.”
Peribahasa Sebagai Bahasa Diplomasi
Peribahasa juga berperan sebagai bahasa diplomasi. Hal ini terjadi karena di dalam diplomasi diperlukan bahasa yang indah, kalimat yang singkat, tepat, dalam maknanya, serta disampaikan secara tidak langsung atau kiasan.
Sebagai contoh, sebuah peribahasa yang terdapat dalam sebuah pesan tertulis mantan Presiden RI Soekarno, ketika hendak meninggalkan Tasykent, Uni Soviet, dalam rangka kunjungan kenegaraan tahun 1856. Peribahasa tersebut dimuat dalam majalah Negeri Soviet No.1 September 1956 sebagai berikut.
Kepada rakyat Uzbekistan:
Di Indonesia ada peribahasa berbunyi ”Jauh di mata dekat di hati.” Hati ini saya meninggalkan Tasykent. Tetapi hati saya akan selalu mengingat kepada saudara-saudara dan kebaikan budi saudara-saudara. Juga segenap usaha saudara di atas lapangan ketatanegaraan dan kemasyarakatan tidak akan mudah saya lupakan. Karena itu, saya meninggalkan Tasykent dengan berseru kepada saudara ”Selamat tinggal, selamat bekerja. Hidup persahabatan kita. Jauh di mata dekat di hati.” (Djamaris, 1998:28)
Peribahasa dalam Pembelajaran
Bahasa Indonesia merupakan bahasa kedua bagi sebagian besar rakyat Indonesia. Oleh karena itu, pengajaran bahasa Indonesia perlu diberikan di sekolah terutama untuk meningkatkan keterampilan berbahasa bagi murid. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan di antaranya adalah dengan mengajarkan peribahasa.