Â
Oleh: Mukhlis, S.Pd., M.Pd.
Kemampuan berwawancara dewasa ini merupakan suatu hal penting, apa lagi kalau wawancara sebagai suatu kegiatan rutin bagi sebuah profesi seperti, wartawan dan penyiar.Â
Mereka membutuhkan informasi dari orang lain tentang sesuatu untuk diberitakan kepada masyarakat banyak. Namun informasi ini merupakan bagian dari kerja mereka setiap hari.  Untuk mendapatkan informasi tersebut dibutuhkan  sebuah keterampilan bertanya yang mumpuni. Â
Di samping itu, perlu diketahui bahwa materi wawancara berkaitan juga dengan  bidang ilmu lain, seperti: komunikasi, psikologi kejiwaan, dan pragmatik. Hal ini disebabkan wawancara merupakan bentuk komunikasi dialogika.Â
Dialogika  artinya melibatkan orang lain sebagai sosok jiwa dan raga yang diperlukan/dibutuhkan untuk memperoleh informasi dengan mengaplikasikan kemampuan berpragmatik (berbahasa sesuai dengan situasi dan kondisi). Jadi, selama berkomunikasi dengan orang yang diwawancarai si pewawancara harus selalu tanggap dengan kondisi kejiwaan orang yang diwawancarai agar proses wawancara dapat berjalan lancar.
Jika orang yang diwawancarai merasa tidak aman, tertekan, dan merasa dipaksa, maka hasil akhir wawancara akan menjadi lain. Oleh karena itu, pewawancara harus berhati-hati dan terampil berbahasa, serta mengerti tentang psikologi/kejiwaan.Â
Di samping itu, pertimbangan psikologi seorang pewawancara juga memiliki kemampuan berpragmatik. Selama wawancara berlangsung orang yang diwawancara selalu dalam kondisi nyaman, merasa dihargai, dan dibutuhkan.
Konsep  Wawancara
Dalam konteks kegiatan kewartawanan, wawancara merupakan kegiatan yang penting  dilakukan oleh wartawan. Hampir setiap melaksanakan tugas pembuatan berita, para wartawan selalu melakukan kegiatan wawancara dengan  nara sumber bahan beritanya.
Kegiatan wawancara yang  dilakukan para wartawan merupakan hal  yang tidak dapat dilepaskan dari kegiatan membuat berita yakni berita langsung, reportase, dan features.
Menurut Jurnaldi (Ermanto, 1992:69) kegiatan wawancara bertujuan untuk menggali sebanyak mungkin informasi untuk mendapatkan jawaban yang bernilai penting, menarik, mendalam, dan secara psikologis berkaitan dengan manusia.
Secara khusus kegiatan wawancara yang dilakukan oleh wartawan bertujuan untuk mengumpulkan data dan fakta  yang berupa informasi. opini, pendapat, wawasan, gagasan, motivasi, pemikiran, ide-ide, tanggapan, atau suatu kisah pengalaman Koesworo, dkk (Ermanto, 1994:99-100).
Merujuk pada kutipan di atas, dapat disimpulkan bahwa wawancara merupakan aktivitas rutin keprofesionalan, misalnya dalam jurnalistik.Â
Selain itu, wawancara juga dapat dipandang sebagai aktivitas sehari-sehari ketika seseorang ingin memperoleh informasi tentang sesuatu dari orang yang diwawancarai. Oleh sebab itu, pemahaman tentang wawancara merupakan hal yang mendasar dalam kehidupan seseorang.
Uraian di atas, diperoleh gambaran bahwa wawancara merupakan suatu alat yang digunakan oleh seseorang untuk mendapatkan informasi tentang sesuatu hal dari seseorang, yang dilakukan dengan cara mengadakan tanya jawab secara lisan.Â
Dalam wawancara ada dua pihak yang masing-masing  mempunyai kedudukan yang berlainan, yang satu sebagai pengejar informasi dan yang lainnya sebagai pemberi informasi. Dengan bahasa yang mudah dipahami pengejar informasi disebut pewawancara dan pemberi informasi disebut dengan narasumber.
Dalam proses komunikasi ini, si penanya mengemukakan pertanyaan sedemikian rupa sehingga orang yang ditanya memberikan informasi atau jawaban. Jawaban atau infomasi yang diberikan pada umumnya penting dan mungkin sekali tidak berani diungkapkan dihadapan umum.
Jumlah orang yang bertanya bisa satu orang atau lebih , bahkan tak terbatas jumlahnya. Jawaban yang diberikan oleh informan hanya tertuju kepada satu orang, kepada sekelompok atau  satu orang. Semakin tenang penampilan orang yang ditanya semakin  besar efek komunikasi dengan mereka yang ditanya.
Unsur-Unsur Wawancara
Wawancara merupakan salah satu bentuk aktivitas berkomunikasi yang sekurang-kurangnya melibatkan dua orang yang pewawancara dan nara sumber atau orang yang diwawancara. Menurut Suwito (Hasan Alwi, 1983:32) dalam aktivitas tersebut terdapat delapan unsur yang diakronimkan menjadi SPAKING dengan rincian sebagai berikut.
S: Setting atau scene, yaitu tempat bicara dan suasana bicara (ruang diskusi dan suasana diskusi).
P: Participant, yaitu pembicara, mitra bicara, dan pendengar. Semua orang yang terlibat secara langsung wawancara.
E: End atau tujuan, yaitu tujuan diadakannya wawancara.
A: Action, yaitu tindakan ketika seseorang pembicara sedang mempergunakan kesempatan bicaranya.
K: Key, yaitu nada suara dan ragam bahasa yang dipergunakan dalam menyampaikan pendapatnya dan cara mengemukakan pendapatnya.
I: Instrumen atau alat untuk menyampaikan pendapat. Misalnya secara lisan, tertulis, lewat telepon dan sebagainya.
N: Norm atau norma, yaitu aturan permainan yang mesti ditaati oleh setiap peserta peserta yang terlibat dalam wawancara.
G: Genre, yaitu jenis kegiatan dalam wawancara yang mempunyai sifat-sifat berbeda dari jenis kegiatan komunikasi yang lain.
Jenis-Jenis Wawancara
Ditinjau dari bentuknya wawancara (tanya jawab) ada 3 bentuk, yakni, interview, konferensi, dan tanya jawab pengadilan. Interview adalah tanya jawab antara wartawan dengan seseorang (mungkin dengan pejabat, atau orang perorangan dalam hubungan dengan peneliti ilmiah).
Konferensi pers adalah pertemuan informatif dengan seorang pejabat sesudah penceramah, perundingan atau konferensi. Sedangkan tanya jawab pengadilan adalah (interogasi) adalah dialog penyelidikan antara petugas dan siterdakwa, atau orang bersalah.
Di samping itu pembagian wawancara berdasarkan sarana yang digunakan, terdiri atas wawancara melalui telepon, wawancara tatap muka, dan wawancara tertulis. Wawancara melalui telepon merupakan jenis wawancara yang sering digunakan.Â
Jenis wawancara ini dapat menghemat waktu, dapat berhubungan secara cepat dengan nara sumber yang sulit meluangkan waktu untuk pertemuan.
Namun, wawancara melalui telepon ini mempunyai kelemahan seperti, kurang memiliki komunikasi nonverbal seperti gerak gerik, mimik dari nara sumber tidak diketahui dan nara sumber dapat memutuskan percakapan sesuai dengan keinginan dan memberikan alasan.
Wawancara tatap muka, sering disebut wawancara langsung. Wawancara ini memiliki kelebihan karena memberi waktu lebih banyak kepada pewawancara untuk memperoleh informasi yang diinginkan dan dapat muncul informasi baru selama wawancara.Â
Sedangkan wawancara tertulis, merupakan jenis wawancara yang di-lakukan secara tertulis. Pewawancara mengajukan pertanyaan tertulis kepada narasumber dan ia akan menjawab pertanyaan secara tertulis juga.Â
Selanjutnya, wawancara dapat dikelompokkan berdasarkan kesiapan pelaksanaannya. Pertama, wawancara mendesak yang biasanya disebut wawancara mendadak.Â
Wawancara jenis ini dilakukan dalam keadaan mendesak karena tidak direncanakan. Kedua, wawancara terencana, wawancara ini merupakan wawancara yang sudah direncanakan oleh pewawancara.Â
Bentuk perencanaannya dilakukan oleh pewawancara dengan mengadakan kontak lebih dahulu dengan nara sumber, sehingga wawancara dapat berjalan sebaik mungkin.
Simpulan:
Uraian diatas memberikan sebuah gambaran tentang pentingnya suatu wawancara dalam mencari informasi dari narasumber. Ada banyak hal yang harus diperhatikan ketika ingin melakukan wawancara. Penyusunan pertanyaan dengan target tujuan yang ingin dicapai merupakan suatu keterampilan dalam melakukan wawancara.Â
Bentuk dan teknik wawancara yang dikemukakan dalam badan tulisan diatas, kiranya dapat dijadikan referensi bagi individu yang punya hobi untuk mengulik informasi dengan metode wawancara pada sumber informasi.Â
Penulis adalah Pemimpin Redaksi Jurnal Aceh Edukasi dan Guru SMA Negeri 1 LhokseumaweÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H